Wednesday, 23 May 2012

Stefani Joanne Angelina Germanotta

LADY GAGA. Tokoh yang sedang menjadi hot topic masyarakat Indonesia. Pro dan kontra mengenai konser Lady Gaga di Indonesia, tepatnya tanggal 3 Juni mendatang di Gelora Bung Karno, Jakarta, masih terus berlanjut. Dan akan tetap berlanjut sampai tanggal 3 Juni nanti--jika konser akhirnya digelar. Jika tidak, maka akan lebih daripada 3 Juni. Bisa sampai akhir tahun, malahan.

Sebebas apapun aku, aku termasuk orang yang menentang datangnya Lady Gaga ke Indonesia.

Jangankan konser, Lady Gaga datang ke Indonesia saja aku menolak.

Oke, jadi gini ya. Banyak yang bilang bahwa alasan Lady Gaga dilarang konser itu terlalu dibuat-buat, mengada-ada, berlebihan. Nay. Ada juga yang bilang bahwa larangan dari pihak kepolisian itu terlambat! ...Well, aku juga sempat bilang begitu. Tapi ternyata setelah ditilas balik, larangan dari pihak kepolisian dan FPI bukannya terlambat; itu justru cara terakhir mereka. Kenapa? Karena dari awal sudah ada larangannya. Anjuran, lebih tepatnya. Anjuran untuk tidak menonton konser tersebut. SANGAT banyak materi dari Gaga yang JAUH berbeda dengan budaya Timur. Budaya Timur dan juga budaya Indonesia. Kita, bangsa Indonesia, yang jelas-jelas menjunjung tinggi nilai adat, budaya, serta hidup bernegara dengan landasan Pancasila serta UUD 1945, tentu bertentangan dengan paham liberal yang dianut Gaga. Bagi Gaga, dia berjalan-jalan tanpa mengenakan busana itu sah-sah saja. Tapi kita...? Kalau Gaga mau masuk Indonesia, maka dia HARUS mengikuti adat istiadat kita, bukan KITA mengikuti adat istiadat DIA. Memang dia pikir siapa dia? Artis? Banyak juga artis di sini, tapi tidak segila dia. Lalu kenapa? Di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung, kan? Masuk kandang kuda meringkik, masuk kandang kambing mengembik.

Yah, kalau Gaga mau konsernya beberapa tahun yang lalu sih, oke oke saja. Setidaknya sampai awal tahun 2011, gaya Gaga memang 'gila', tetapi gila yang inspiratif dalam konteks kreatif. Semakin ke sini, gaya Gaga semakin 'gila' yang jelek. Masih inspiratif, tapi inspiratif yang negatif. Gaun dari plastik? Dari daging? Oh, agak serem, tapi unik juga ya, keren. Bagus, lagi. Baju transparan? Bagian 'berbahaya' dari tubuh terbuka hanya ditutupi lakban? Itu sangat buruk. Terutama efeknya bagi kalangan muda.

Lagipula, promotor Gaga menjual tiket saat mereka belum mendapatkan izin. Itu teramat salah. Yah, mereka gak bisa disalahkan juga, sih. Maksudku, bisa saja mereka merasa yakin akan mendapatkan izin, jadi mereka langsung jual saja. Kesalahan bukan pada polisi yang 'terlambat' mengeluarkan larangan, melainkan pada promotor yang seenaknya menjual tiket meski izin belum ada di tangan. Kalau ternyata Gaga batal konser? Mau tidak mau promotor harus mengembalikan uang orang-orang yang telah membeli tiket tersebut. Rugi? Salah sendiri kenapa tidak sabar.

Gaga, kau boleh memasuki negara kami, tetapi turuti budaya kami.

Wednesday, 9 May 2012

Oh mah God. Mah God. I'm so sorry for not updating this blog. Aku lagi sibuk. Gara-gara pergantian kepsek kemarin, akhirnya baru sekarang UTS diadakan. Dan gilanya sih, karena ngikutin jadwal pelajaran sekolah, akhirnya tadi pagi-siang EMPAT mata pelajaran dong aku ujian! IPS, IPA, matematika, dan PKn. Astagaaaaaaahh........................ Otakku menetes keluar dari telingaaaaaa..................

BeeRBe mau ambil mangkuk tadahan.

Sunday, 29 April 2012

Ngobrol Dengan Orang Gila.... Ternyata Nyambung Juga!

Kupikir, merasakan perasaan bimbang ataupun galau adalah hal yang manusiawi...

 *

HARI ini aku super galau. Entah kenapa. Yang pasti, rasa gagal memenuhi kuota tulisan yang sudah kutargetkan semalam karena ketiduran dan merasa dicuekin sama seseorang itu berperan besar. Tambahan, sebagai cewek remaja, kemungkinan hormon PMS-ku juga turut serta dalam membuat perasaanku berkecamuk. Aku, jujur saja, bahkan menangis karena buntu ketika menulis. Aku! Seorang Dilla Nanditya! MENANGIS!? Yah, bukan hal baru juga, sih.

Dan, meskipun beberapa hari ke belakang ini aku sudah sering bepergian dengan ibuku (mulai dari diajak, minja diajak, sampai ngancem supaya diajak), tapi entah kenapa aku merasa... terperangkap. Pengap. Terkungkung. Serasa seperti gelas yang kepenuhan. Gunung berapi yang menggelegak. Aku butuh menyalurkan semua emosi ini. Masalahnya, ke mana? Berusaha menuangkannya pada tulisan, sulit. Aku seolah kehilangan kata-kata. Jadi aku memutuskan melakukannya melalui olahraga.

Aku memutuskan untuk berjalan-jalan. Dalam arti harafiah.

Sebelum pergi, aku pamit pada nenek, dan, seperti biasanya, nenek melarang serta mulai menceramahiku tentang "menjaga kewanitaan", "mendingan diam di rumah dan baca buku", serta "zaman ini sudah gilak". Perasaan yang selalu kurasakan ketika berbicara dengan nenek kembali timbul; desakan kuat antara ingin marah dan menangis berperang keluar, tapi berusaha kuredam. Berusaha berargumentasi tanpa terlalu keras, akhirnya aku menyerah dan langsung pada poin utama yang ingin kukatakan. "Nek, aku butuh uang. Nenek punya sepuluh ribu (rupiah)?"

Nenek masih ngedumel dan berbicara tentang bahayanya bepergian di zaman seperti ini dan aku cuma diam, menunggu. Akhirnya nenek memberiku uang sepuluh ribunya, selembar lima ribuan, selembar dua ribuan, dan tiga lembar seribuan. Kuambil uang itu dan berkata, "Makasih, nek."

Muka nenek masih bertekuk.

Aku mendesah dan masuk ke kamarku untuk membereskan tas, menyiapkan apa saja yang perlu kubawa. Selalu gini deh. Kalau aku mau pergi-pergi, nenek selalu argumennya begitu. Nenek mengajukan argumen soal perempuan yang, um..., diperkosa sampai lima dan delapan orang di angkot membuat beliau ngeri; aku gak berani bilang bahwa aku gak akan naik angkot tapi jalan kaki. Aaaaahh...... rumit.

Laptop [check]
Charger laptop [check]
Jaket ganti [check]
Payung [check]
Bekal minum [check]
Hand sanitizer [check]
Perlengkapan menulis (minus kertas) [check]
Sisir [check]
Cermin [check]
Eyeliner [check]
Maskara [check]
Lip balm [check]

Pembaca mungkin akan bingung kenapa aku sampai bawa eyeliner dan maskara segala. Lip balm, sisir dan cermin masih bisa dimengerti. Tapi eyeliner dan maskara? Well, sebenarnya seharusnya aku gak cuma bawa itu tapi perlengkapan make up yang lengkap dan juga baju ganti sih. Tapi kalau dipikir-pikir aku kan pergi untuk melepas stress, bukan untuk membuntuti orang. Jadi aku cuma bawa eyeliner dan maskara (untuk membuat perubahan minimal pada penampilan... siapa tahu aku dibuntuti orang). Huh. Jangan remehkan para gadis.

Kusandang Aleron, tas ransel hitamku, dan pergi ke depan. Aku memakai sepatu dan membuka pintu. Hup. Kulangkahkan kakiku ke luar dari ambang pintu. Bismilahi rahman nirrahim... Aku bergumam, "Assalamualaikum," sebelum menutup pintu dan menguncinya. Jgrek. Rapi. Aku keluar dari pekarangan rumah dan menutup pagar sampai rapat. Sip. Huplah. Aku mulai berjalan. Dan dimulailah perjalanan Dilla the Explorer!

*

Aku meninggalkan lapangan Gasibu dan menyusuri jalan Aria Jipang sampai Prabudimuntur (terima kasih peta), lalu berbelok ke jalan Ir. H. Juanda, menyeberangi jalan Diponegoro, melewati Dukomsel, sebuah hotel (aku gak ingat namanya), Pizza Hut, Disc Tara, Hanamasa, dan Superindo, menyeberangi jalan Terusan Sultan Tritayasa, kembali ke jalan Juanda (waktu nyeberang aku sempat belok sedikit, jadi katakanlah aku udah masuk ke jalan Tritayasa). Teruuuuuuuusss.................... Berjalaaaaaaaaaaann................ Dengan penuh semangaaaaaaatt.............. Hingga......

Tep.

Persis sebelum belokan ke jalan Sultan Agung (buat yang gak terlalu hafal, di situ ada semacam tempat hijau berbentuk segitiga dengan patung raksasa tiga pria pekerja), aku berpapasan dengan seorang pria yang berusia sekitar 25-30 tahunan, berpakaian dan bepenampilan dekil dan kotor. Satu kata dengan cepat melintas di benakku, "Orang gila."

Jalan aja Dill, jalan, kalem aja kalem. Jangan liat orangnya.

Tapi terlambat. Tanpa sengaja aku bertemu mata dengan orang gila itu, dan dia langsung mendekatiku.

Ya Allah, tolong jangan biarkan dia ngapa-ngapain aku ya Allah. Janji deh nanti aku bakal rajin shalat, infaq, shodaqoh, dan berusaha secepat mungkin khatam Al-Quran tapi tolong ya Allah, toloooooo--alamaaaaaaaaaaakk.................. dia dateeeeeeeeeeeenngg...........................!!!!

Jantungku berdebar keras, telapak tanganku berkeringat, lututku bergetar, mataku melebar dan mulutku berbusa (oke, ini tuh degdegan + takut apa kejang-kejang kesurupan?). Dan.... orang gila itu.... mengajakku berbicara.

"Teh," panggilnya dengan cara bicara seperti anak kecil di bawah usia sepuluh tahun, "Teteh liat ibu gak?"

"Hah?" aku cengok. "Ibu?"

"Iya, Teh. Mama."

"Uhh," dengan begonya aku nanya, "emang kenapa?"

"Dean tadi kepisah sama ibu," katanya, "tadi kan Teh Nita katanya nganter ibu ke WC."

Uh. Ada campuran antara rasa kasihan dan bingung. Kasihan, karena dia keliatan bener-bener kayak anak yang kepisah dari keluarganya. Dan bingung, karena cara ngomongnya agak mirip orang kumur-kumur, untung masih jelas kedengeran dia ngomong apa. "Eeehh.... Iya, tadi Teteh anterin, tapi habis itu Teteh kan mau pergi, jadi ibu nyuruh Teteh buat nyari kamu, supaya kamu aja yang ngedatengin ibu."

"Ibu di mana, Teh?"

Mampus gue. "Umm....."

"Di WC yang di situ bukan, Teh? "

"Di mana?"

"Teteh gimana, sih? Itu tadi yang deket tenda kupat tahu."

Nahlo. Anak--orang--ini ngira dia lagi di festival perayaan atau apa? Yah, ikuti permainannya ajalah. "Iya! Di situ! Kamu tau jalan ke sananya, kan?"

"Teteh mau ke mana?"

"Eeeeng, Teteh mau ketemu sama temen Teteh dulu. Dean sana ke ibu, jangan nakal ya." <--buset dah, apaan neh??

"Mau ketemu siapa, Teh?"

"Yaaah.... umm... pokoknya adalah, temen Teteh."

"A' Reza ya Teh? Teteh pacaran mulu, ih."

"Huss! Anak kecil udah sana aja ke ibu!"

"Ya udah, Dean pergi dulu ya Teh," dia menarik tanganku dan menciumnya--SERIUSAN DICIUM PAMIT LOH! ANJRIIIITT..... "Samlekum..."

Aku masih sempat bergumam, "Kumsalam," sambil melihat "Dean" pergi dan berbelok ke Sultan Agung. Terus tau-tau aku udah nyender ke pohon. Sumpah itu pertama kalinya aku ngobrol sama orang gila... atau mungkin dia cuma orang iseng? Entahlah. Aku ngeliatin tangan kananku. Agak kotor dan berdebu. No offense, tapi begitu semua kepingan kesadaran terkumpul, aku langsung nuangin hand sanitizer ke tangan dan berkata riang pada diri sendiri dalam hati, "Teh Nita, Teteh harus bersih, rapi, dan wangi yaaa... Kan mau kencan sama Aa Rezaaa....."

Mantep.

*

Aku masuk ke dalam BIP dan berjalan lurus menuju Times. Iseng aja sih, toh aku gak akan bisa beli buku apapun dari Times (di Times kan buku-bukunya impor, gila aja). Aku masuk ke lorong rak-rak buku anak-remaja. Ngiler ngeliat Dork Diaries #2: Party Time.

Kemudian aku mengganti jaket pink-ku dengan Tommy, jaket hitam-ungu yang kusimpan dalam tas. Lepas jaket, lipat, tahan di kaki, buka tas, ambil Tommy, pakai Tommy, masukin jaket pink, mas-mas penjaga lewat.

Hening.

Aku ngeliatin si mas-mas penjaga. Masnya ngeliatin aku. Kita saling tatap-tatapan, kemudian si masnya dengan dramatis bilang, "Sayang, itu kamu!?"

Dengan dramatis aku memeluknya, "Ayaaaaanngg........"

Dan dia bales meluk aku, "Belahan jiwaku telah kembali!"

YA, NGGAKLAH.

Dengan cepat aku meresleting Aleron dan menyandangnya di bahu, lalu bertingkah senormal mungkin. Yang, dalam kasus ini, artinya sama dengan: "Umm, bukunya bukan di sini, kalinya? Eh? Oh ya bener, di bagian sana."

Sangat mencurigakan itu mah.

Ukh. Buru-buru aku beranjak dari situ, dan sebelumnya aku sempat melirik si mas yang masuk ke lorong di mana aku keluar sebelumnya. Yeah. Cek aja buku-bukunya. Aku kan inosen banget.

Lanjut naik ke atas, aku liat-liat film yang ada di 21, tapi gak sampai masuk, karena aku males kalau tasku musti diobrak-abrik sama satpamnya. Mending kalau humoris dikit. Ini mah kagak. Jadi aku putar arah ke Heartwarmer, liat sekilas, keluar lagi. Terus turun satu lantai, masuk ke TGA setelah sebelumnya bilang sama penjaga tempat penitipan barang bahwa aku bawa laptop jadi jangan dititipin. Dipersilakan masuk. Nah, kalau di sini, baru.... aku masih gak minat nyuri buku #antiklimaks

Liat-liat sebentar doang, gak adalah sepuluh menitan di sana. Terus aku turun lagi, kali ini ke McD. Antri. Dilayani langsung oleh sang manajer. "Selamat siang, selamat datang. Mau pesan apa?"

"Es krim cone-nya," jawabku. "Um, bedanya yang reguler dengan 4 Oz apa?"

"Kalau yang 4 Oz lebih besar ukurannya, mbak."

"Oh, oke deh, mau pesen yang 4 Oz aja."

"Berapa?"

"Satu."

"Ada lagi yang mau dipesan?"

"Nggak. Itu aja cukup, makasih."

Manajernya ngeliatin aku sambil agak mengerutkan kening dan cemberut. Cuma sebentar, tapi ketangkap olehku. Ha! Gak rela dia! EGePe banget! Duit, duit gue! Lagian aku lagi berhemat. Huuuuuuhhh.............

Keluar dari BIP, aku melanjutkan perjalanan menelusuri jalan Merdeka, berhenti sebentar di depan Gereja Sidang Jemaat untuk mengistirahatkan kaki, menyeberang di depan BalKot alias Balai Kota, dan berbelok ke jalan Perintis Kemerdekaan. Keren nih. Aku bisa bikin buku panduan wisata. Random. Oke. Balik lagi. Dari Perintis Kemerdekaan, aku belok ke Wastukencana dan berjalan di trotoar yang berada di sisi kanan jalan. Di seberang sana, di sisi kiri jalan, ada beberapa orang anak yang kira-kira sebaya denganku, terdiri dari dua cewek dan tiga cowok, jalan bareng-bareng. Satu anak cowoknya ngeliat aku, dan dia mempercepat jalannya. Aku, merasa ditantang dan gak terima dikalahin gitu aja, nambah speed jalanku. Eh, dia juga nambah kecepatan. Akhirnya kami jadi kayak lomba jalan cepet gitu deh, meski lintasannya terpisah sekitar tiga meter jauhnya. Tapi kemudian aku berbelok di jalan Aceh, dan berakhirlah lomba kami. Aku, dengan senang hati beranggapan berdasarkan jarak terakhir kami, menjadi pemenangnya. Horee!

Aku menyeberang di jalan Aceh, melewati sekumpulan pengamen muda (yang usianya gak akan lebih dari enam belas tahun), dan salah satunya yang mungkin sepantaran denganku atau bahkan lebih muda dan sedang menghisap rokok, bergaya seolah bumi bergetar ketika aku berjalan. Aku ketawa. Dia nyengir. Aku berbelok ke jalan Merdeka. Yep. Intinya aku berjalan memutar.

Aku menelusuri jalan yang kulalui tadi (dari Merdeka ke Juanda), bedanya kali ini aku di sisi yang berlawanan (iyalah, kan aku mau naik). Gak ada yang spesial, kecuali satu kali saat aku bengong dan diklakson sama taksi dan dipelototin sama supir taksinya. Entah mengingatkan atau dia kesal aku menerobos jalurnya. Yaelah, jarak antara aku sama mobilnya masih ada setengah meteran lagi, lecet juga kagak. Tapi liat sisi positifnya. Pelototan si pak supir bikin aku sadar bahwa meski kaca taksi agak gelap, tapi masih bisa keliatan dari luar #eh

Aku menyeberang di depan Dago Plaza. Di sini ruteku agak berubah. Kalau tadi saat pergi aku melewati Prabudimuntur kemudian Juanda, kali ini dari Juanda aku berbelok di Dukomsel, ke jalan Diponegoro, melewati Gereja GKI Tamansari (lumayan banyak juga ya gereja di Bandung, saingan sama masjid, hahaha), dan terus mengikuti Diponegoro (artinya ketika di pertigaan, aku ngambil jalur kanan, karena kalau kiri itu udah masuk Aria Jipang), hingga berbelok ke jalan Gazeboo, dan berbelok ke Surapati. Sampailah aku di Lapangan Gasibu (nulis Gazeboo itu melelahkan) dan menemui ibuku yang sedang menghadiri acara Yamaha dengan Trans7 dalam launching motor matic baru Yamaha yaitu Mio J. Dengan sistem injeksi dan tampilan yang lebih menarik, Mio J adalah salah satu motor baru yang wajib dimiliki, atau setidaknya dikendarai. Tentu saja, karena Yamaha semakin di depan! <--Yamaha harus bayar aku sekurang-kurangnya Rp500.000,00 untuk mempromosikan produk baru mereka *evil grin*

Ibuku mengantarkan aku pulang, tapi sebelumnya kami--lebih tepatnya aku, karena ibuku udah makan di Gasibu--mampir ke Kantin Salman untuk makan. Aku ambil kue sus tiga, ibuku ambil bolu satu, kemudian aku ambil nasi satu setengah sendok, sayur capcay, dan.... uh... sayur dengan kwetiaw? Yah, pokoknya itulah. Dan satu sosis. Minumnya dua jus jambu. Buat aku dan ibuku ya, bukan buatku sendiri. Aku gak tau satuannya, yang pasti total jadi dua puluh ribu pas. Hore! ...Apa yang ku-Hore!-kan?

Dan dari sana, ibuku mengantarkan aku pulang dengan selamat sentosa gak kekurangan suatu apa, serta ceritanya pun berkahir bahagia... Eh, tunggu! Aku masih tetep gak bisa ngelanjutin novelku! Oke, kalau begitu, nilai kebahagiaannya dikurangi lima belas! Eh, nggak, dua puluh! Yah, begitulah. Life goes on.

*

Kupikir, merasakan perasaan bimbang ataupun galau adalah hal yang manusiawi... Dan itu berlaku pada setiap umat manusia, dari segala jenis usia. Yang membedakan tingkat rasa galau dan bimbang itu hanyalah bagaimana setiap individu menyikapinya...


-Bandung, 29 April 2012-

Saturday, 31 March 2012

The 74th Annual Hunger Games

Happy Hunger Games! And may the odds be ever in your favour.
     Aku di sini untuk memberikan sebuah review kepada kalian tentang The Hunger Games. Buku dan film. Serta bagaimana tanggapan orang-orang terhadap filmnya yang diperkirakan telah meledak di pasaran serta masuk jajaran Box Office. Sudahkah kalian menonton filmnya?

The Hunger Games bukanlah sebuah cerita imajinasi kosong tanpa dasar dan makna. Pengarang bukunya, Suzanne Collins berkata bahwa anak-anak yang tak kenal takut di Palestina lah yang menginspirasinya. Kalau kalian jeli, kalian akan langsung mengerti. Bukankah di The Hunger Games para Tributes alias Pesertanya semuanya merupakan remaja? Ya. Mereka bertarung sampai mati. Tak boleh mengenal takut. Tak boleh menyerah jika tetap ingin hidup. Membunuh atau dibunuh. Hukum alam berkuasa.
     The Hunger Games juga memiliki sejarah tersendiri. Panem dulunya merupakan wilayah Amerika Utara. Kemudian terjadi perang dan pemberontakan, sehingga akhirnya dibuatlah tiga belas Distrik dengan tugas masing-masing di bawah kepemimpinan Capitol. Distrik 1 barang-barang mewah. Distrik 2 pertambangan batu. Distrik 3 teknologi. Distrik 4 perikanan. Distrik 5 tenaga. Distrik 6 transportasi. Distrik 7 pepohonan/kayu. Distrik 8 tekstil. Distrik 9 gandum. Distrik 10 daging. Distrik 11 pertanian. Distrik 12 pertambangan batu bara. Distrik 13, sebagai Distrik yang memiliki kekuatan tempur dengan senjata nuklir dan sebagainya, disebut-sebut sebagai Distrik yang memulai pemberontakan dan menghasut Distrik lainnya, karena itu, kini hanya tersisa dua belas Distrik; Distrik 13 telah dihancurkan. Sebagai pengingat atas pemberontakan yang telah terjadi, Capitol memerintahkan setiap distrik untuk mengirimkan dua orang remaja dari usia dua belas hingga delapan belas tahun tiap tahunnya ke Capitol-satu orang perempuan dan satu orang laki-laki. Di Capitol, mereka dimanjakan dengan setiap kemewahan yang tidak mereka dapatkan di distrik mereka… hanya untuk selanjutnya dilemparkan ke dalam Arena untuk bertarung sampai mati.
Dengan cara itulah Capitol menunjukkan kepada setiap orang di Distrik-Distrik akan kekuasaan mereka. Mereka seolah berkata, "Lihatlah betapa kami menyiksa anak-anakmu. Betapa sesungguhnya kalian berada di bawah belas kasih kami, sementara mereka memperjuangkan hidup mereka di Arena dan kau hanya dapat duduk diam menontonnya tanpa melakukan apa-apa."
     Arena, adalah sebuah tempat terbuka yang sudah didesain oleh orang-orang Capitol, sebagai tempat pertarungan setiap Peserta atau Tributes. Arena sendiri setiap tahunnya selalu berganti, sehingga para calon Tributes benar-benar buta akan Arena yang akan mereka hadapi; agar mereka tidak dapat merencanakan strategi terlebih dahulu. Arena bisa menjadi sebuah kutub es yang mematikan, bisa juga padang pasing, savanna, pegunungan, hingga hutan. Dan, Arena Hunger Games ke-74 tahun ini adalah hutan. Hutan, lengkap dengan sungai, danau, dan padang rumput.
     Para Tributes akan ditaruh di satu tempat, bersama-sama, dalam formasi setengah lingkaran menghadap pada Cornucopia, tempat di mana segala kebutuhan yang mungkin akan membantu mereka selama Hunger Games disediakan. Senjata. Tenda. Kantung tidur. Tas-tas dengan perlengkapannya seperti botol air minum, tali, bahkan korek api. Dalam Hunger Games, satu hal remeh seperti keahlian membuat simpul saja dapat menentukan hidup dan matimu; dan Cornucopia sungguh tawaran yang menggoda. Siapa peduli bagaimana membuat simpul rumit untuk menjerat buruan kalau kau bisa mendapatkan senjata dan mahir menggunakannya?
     Sayangnya, Cornucopia selalu menjadi tempat pertarungan paling berdarah. Kedua puluh empat peserta akan saling bunuh di sana, demi mendapatkan apapun yang mereka mau dan butuhkan. Biasanya, para Peserta Karier atau Karier akan saling bantu di sini.
     Apa itu Karier? Karier adalah sebutan bagi para Tributes dari Distrik 1, 2, dan biasanya juga Distrik 4 atau Distrik 5. Mereka biasanya sudah dilatih seumur hidup mereka untuk Hunger Games, dan sebagai seorang Tribute, mereka jelas mematikan. Mereka biasanya-tidak, selalu-membuat sebuah kelompok superior dan saling membantu melenyapkan Tributes lainnya, hingga tinggal tersisa mereka sendiri, dan mereka akan saling membunuh. Biasanya, pemenang Hunger Games adalah salah satu dari Karier.
Nah, tokoh jagoan perempuan kita, Katniss Everdeen, adalah gadis dari Distrik 12, dari daerah paling miskin di sana, yaitu Seam. Sejak ayahnya meninggal dalam kecelakaan tambang saat usianya baru hampir dua belas tahun, ia mulai mengambil alih sebagai orang yang memberi makan keluarganya. Awalnya ia hanya mengambil tumbuhan yang bisa dimakan di luar Distrik 12, tapi lama kelamaan ia mulai mengingat ajaran ayahnya tentang bagaimana berburu, hingga suatu hari ia berhasil memanah seekor tupai. Akhirnya, setelah sekian lama, keluarga Everdeen bisa kembali merasakan nikmatnya makan daging segar hewan buruan.
Sementara Peeta Mellark, tokoh jagoan lelaki kita, bisa dikatakan memiliki hidup yang lebih aman daripada Katniss yang berburu, melanggar batas wilayah, dan bisa dihukum mati kapan saja. Peeta adalah anak tukang roti, ia tidak perlu berburu, dan tidak memiliki seorang ibu dan adik yang harus ia hidupi karena ayahnya masih ada, dan ia adalah anak bungsu. Ketika berkata bahwa ia sudah jatuh hati pada Katniss sejak pertemuan pertama mereka (di mana saat itu mereka baru masuk sekolah, dan Katniss-pastinya-masih terlihat sangat cupu sekaligus imut), ia tidak berbohong. Satu-satunya orang yang berbohong tentang perasaannya adalah Katniss, dan itu ia lakukan demi menjaga agar ia dan Peeta tetap hidup. Karena ia pun telah berhutang nyawa kepada Peeta, ketika bocah lelaki itu masih berusia dua belas tahun dan menghanguskan roti secara sengaja sehingga ibunya marah dan memerintahkannya untuk membuang roti itu. Tapi Peeta tidak membuangnya. Ia memberikan-tidak, melemparkan-roti tersebut untuk Katniss.
Setiap Tributes tidak dipilih dengan cara cap-cip-cup, tetapi dengan memasukkan nama mereka ke dalam bola undian besar, di mana nama mereka akan diambil oleh orang dari Capitol (yang mana Distrik 12 memiliki Effie Trinket - THAT IS MAHOGANY!!). Peeta memang terpilih menjadi Tribute dengan cara yang biasa, tetapi Katniss mengajukan dirinya menggantikan sang adik, Primrose, yang berusia dua belas tahun dan terpilih menjadi Tribute. Dan ketika Peeta mengakui dalam wawancara dengan para Tributes di Capitol bahwa ia menyukai Katniss, dari sinilah strategi dimulai.
     Setiap Tributes akan memiliki mentor masing-masing dari tiap-tiap Distrik mereka. Mentor mereka adalah para pemenang Hunger Games sebelumnya, dan Distrik 12 hanya memiliki satu pemenang yang masih hidup: Haymitch Abernathy.
     Haymitch selalu mabuk, kasar, masam, menyebalkan, dan cukup sarkastik. Singkatnya, ia mirip dengan Katniss. Kecuali untuk bagian mabuknya. Awalnya, satu-satunya saran yang Haymitch berikan adalah: bertahan hidup. Baru kemudian di Capitol ia berkata pada Peeta dan Katniss untuk langsung menjauhi Cornucopia begitu permainan dimulai. Dan, tentu saja mengingatkan mereka untuk tidak melangkah keluar dari tempat mereka berdiri sebelum enam puluh detik, karena di Arena telah dipasangkan ranjau yang baru akan mati setelah enam puluh detik. Katniss bermonolog, "Beberapa tahun lalu, seorang Peserta dari sebuah Distrik menjatuhkan tanda mata dari Distriknya berupa sebuah amulet kayu, dan mereka bisa dikatakan harus mengeruk sisa-sisa tubuhnya dari tanah."
     Dan ketika mereka berada di Arena, kau tahu kelanjutannya.

FACTS ABOUT THE HUNGER GAMES:
1.    Nama Katniss diambil dari nama semacam umbi yang bisa dimakan, dan umbi ini pulalah yang pernah menyelamatkan keluarga Everdeen sekali, setelah ayah Katniss meninggal.
2.    Meskipun dalam filmnya Caesar Flickerman menjadi salah satu komentator dalam Hunger Games, dalam buku komentator sebenarnya hanyalah Claudius Templesmith seorang sedangkan Caesar hanyalah host wawancara.
3.    Banyak yang berspekulasi tentang siapa terlebih dahulu yang dihabisi oleh Peserta Karier, jawabannya adalah yang lemah terlebih dahulu, bukan yang menurut mereka lebih mengancam, karena mereka dengan senang hati akan menggunakan apapun yang dapat membantu mereka-contohnya seperti Peeta sebagai penunjuk pada Katniss.
4.    Sekembalinya Katniss dari Hunger Games sebagai pemenang, orang-orang menyebut Gale Hawthrone sebagai sepupu Katniss, padahal sebenarnya mereka adalah rekan berburu-dan Gale memiliki perasaan istimewa pada Katniss.
5.    Kebanyakan gambar yang diambil untuk syuting The Hunger Games dilakukan di North Carolina.
6.    Dalam buku, Presiden Snow disebut-sebut memiliki campuran bau antara darah dan mawar, disebabkan racun yang pernah ia telan sehingga menyebabkan luka permanen di mulutnya.
7.    Sebenarnya menurut cerita asli, penududuk Capitol tidak ada yang berkeriput karena mereka sering melakukan operasi plastik.
8.    Gaun yang Katniss kenakan dalam wawancara pertamanya bersama Caesar sebenarnya diceritakan terbuat dari batu-batu permata asli yang merefleksikan api saat terkena cahaya.
9.    Mutt yang membuat Cato sekarat di akhir permainan menurut buku adalah para Tributes sebelumnya yang sudah mati dan diubah menjadi mutt/mutan.
10.    Di akhir cerita, Katniss memancing kemarahan Presiden Snow, mengakibatkan kematian Seneca Crane (perancang Arena), serta menyulut pemberontakan, semua karena ia nyaris bunuh diri bersama Peeta.
11.    Distrik 13 tidak pernah diikutsertakan dalam Hunger Games karena sebelum Hunger Games dibuat, Distrik 13 sudah terlebih dulu dihancurkan.

CASTS:
1.    Katniss Everdeen: Jennifer Lawrence
2.    Peeta Mellark: Josh Hutcherson
3.    Primrose Everdeen: Willow Shields
4.    Gale Hawthrone: Liam Hemsworth
5.    Caesar Flickerman: Stanley Tucci
6.    Seneca Crane: Wess Bentley
7.    Effie Trinket: Elizabeth Banks
8.    Mrs. Everdeen: Paula Malcomson
9.    Haymitch Abernathy: Woody Harelson
10.    Claudius Templesmith: Toby Jones
11.    Venia: Kimiko Gelman
12.    Octavia: Brooke Bundy
13.    Flavius: Nelson Acsencio
14.    Cinna: Lenny Kravitz
15.    Portia: Latarsha Rose
16.    Rue: Amanda Stenberg
17.    Thresh: Dayo Okeniyi
18.    Glimmer: Leven Rambin
19.    Marvel: Jack Quaid
20.    President Snow: Donald Shuterland
21.    Cato: Alexander Ludwig
22.    Clove: Isabelle Fuhrman
23.    Foxface: Jacqueline Emerson
24.    Attala: Kalan Kendrick

BOOK SERIES:
1.    The Hunger Games
2.    Catching Fire
3.    Mockingjay
Seluruhnya diterbitkan di Indonesia oleh PT. Gramedia Pustaka Utama (2008, 2010, 2011)

Saturday, 24 March 2012

Penpals

I'm looking for penpals. E-penpals, actually, because I'm using emails. So... if anyone interested, just mail me at: d(dot)armandouth(at)gmail(dot)com. I'll reply you; thanks ;)