Tuesday 2 September 2014

More Piercing!

Kalian mau mencicipi neraka? Harganya murah, kok. Paling mahal juga cuma Rp100.000,00. Aku bisa mencicipi neraka hanya dengan biaya Rp50.000,00 di salah satu mall di kotaku.

Mau tahu gimana?

Datangi tempat tindik di manapun lalu mintalah supaya telingamu dibuatkan tindikan di bagian dekat atau bahkan persis di tulang rawan.

Nikmati neraka duniamu.





Hae gaiz. Hari ini aku ikut foto keluarga besar bahasa SMA-ku. Dari kelas X, XI, dan XII semuanya ikut. Yah, gak semua banget, sih. Ada beberapa yang gak ikut, but you get what I mean. Sebelum ke studio, aku ke mall dulu. Memutuskan bahwa aku belum melakukan hal bodoh selama setidaknya empat hari dan mumpung lagi punya duit, aku langsung naik ke lantai dua tempat booth tindik yang jasanya kugunakan setidaknya dua tahun yang lalu. Berdiskusi sebentar dengan penjaga boothnya, aku lalu dipersilakan duduk.

Dan proses tindik menindik pun dimulai.

Pada awalnya, rasanya memang nggak sakit. Nggak sesakit kena bola di mukamu sih. Lebih kepada kaget. Lalu. LALU. Beberapa menit kemudian telingaku mulai berdenyut dengan lubang itu sebagai pusatnya.

brengsek.

Aku bahkan berdarah, tau gak? Padahal waktu itu aku bikin tindikan juga, gak berdarah. Entahlah mengapa. Mungkin karena kalau di daun telinga, pembuluh darahnya lebih sedikit? Bisa jadi. Dan, omong-omong, sebenarnya bikin tindikan itu bukan tindakan bodoh. Tindakan bodohnya adalah aku langsung mengutak-atik lubangnya begitu sampai rumah. Aku melepas anting cincin berwarna hijau (baru) yang kubeli bersamaan dengan membuat tindikan kemudian membersihkannya dengan air hangat dan

mulai gemetar

waktu

gak bisa masang lagi.

Akhirnya anting mataku yang warna putih (yang selama ini kugunakan di lubang kedua earlobe kanan) kupindahkan ke helix dan yang hijau ada di earlobe.

DAN.

INI TUH.

MASIH.

BERDENYUT-DENYUT PANAS.

Padahal waktu tadi sore jalan pulang ke rumah, lubangnya udah baik-baik aja. Ah dasar kampret. Gara-gara aku mainin sih. Emang bego dasar. Pantes aja ranking turun.

Oh yaa. Dan coba tebak, siapa yang diajak oleh seorang guru untuk presentasi di Institut Teknologi Bandung?

Sungguh, aku berharap bukan aku.

Tapi sialnya, aku terlanjur mengiyakan. Hell, she isn't kind of a teacher you can speak your mind. Aku bahkan diwanti-wanti oleh guru sastraku agar tidak mengungkapkan pendapatku pada si ibu, karena beliau bukan guru yang mengapresiasi perbedaan pendapat. Jadi memang arti guru baginya adalah digugu dan ditiru.

Halah.

Jadi begitulah. Daripada kalau menolak aku repot sendiri (padahal belum dicoba tuh. Halah) akhirnya aku bilang iya. Ah dasar kampreto suroto bebeb toto.

Ya pokoknya begitulah. Also, aku gak akan terlalu banyak menulis di blog kayaknya, karena kelas sebelas ini JAUH LEBIH GILA daripada kelas sepuluh. Ugh. Aku ingin cepat-cepat lulus, tapi pertanyaanku: memang setelah lulus kamu mau apa?

Kuliah? Jadi sarjana? Terus kerja sampe mati?

Gak ada tujuan banget.

Find me on Twitter!
http://twitter.com/AdityawhXo

No comments:

Post a Comment