Friday, 9 March 2012

I'm Lebay And I Know It B)

PERTANYAAN: Bagaimana caranya membuat seorang gadis-hampir-empat-belas-tahun calon penulis terkenal yang udah gak pernah nyentuh novel lamanya MAU membuka dan memperbaiki kembali novel tersebut?
JAWAB: Bawa dia pada seorang psikolog ramah yang ingin membaca novelnya dengan dalih, "Kegilaan dengan kreativitas itu bedanya tipis banget, lho, Dill."

Monyet.
Monyet semonyet-monyetnya.
Bukan Tante Esti (psikolog) yang monyet, tapi AKU.
Kok bisa?
Soalnya, Tante Esti udah minta baca novel itu dari hari Minggu yang lalu *cek kalender* yaitu tanggal empat Maret yang lalu. Sekarang udah tanggal sembilan, dan masih belum aku kirim.
AAAGH, KAMPRET!
Masalahnya, aku tuh ragu. Ragu, nih. R-A, ra. G-U, gu. RA-GU. Dan, yah, agak malu juga sih. Kenapa? Soalnya ceritanya dangkal bangeeeeeetttt..........!!!!

Temanku bilang sih, ide cerita udah bagus. Yang gak jelas itu klimaks dan anti klimaksnya. Masih ada yang lain, tapi males buka email (padahal tinggal ambil BB di sebelah). Omong-omong, kangen juga ya SMS-an sama dia yang di Surabaya. Tapi pulsaku mengkeret. Lagian aku lagi penginnya ngomong sama Mike. Ah sial, gimana ini? :/

Kok aku melantur?

Pokoknya, aku habis-habisan merevisi seratus enam puluh dua halaman. Dan tau gak? Dari seratus enam puluh dua halaman, sekarang tinggal ada seratus lima puluh delapan halaman. HAAAAAAH, KENA PANGKAS! SIAAAAAAAAAALLLLLLLL......................

Sudah cukup buruk bagiku untuk gak bisa sampe ke angka dua ratus. KENAPA INI MALAH BERKURANG LAGI!? Monyet, lo Dill! Cari kutu aja sana, jangan pangkas novel gue lagi!!! #ngomel di cermin

Pokoknya kalau novel ini kepangkas sampe halamannya ada di bawah seratus lima puluh lima, aku bakal nangis. Beneran deh, nangis. Soalnya aku bikin novel ini tuh dengan air mata darah (jiah) lengkap dengan restu serta doa ibu. Dih, kayak tulisan di belakang truk deh. Tapi intinya aku nulis novel ini dengan perjuangan yang sungguh-sungguh, gak main-main. Meskipun akhirnya gini...

Oh ya, baidewei, Acta Tabula (mading di SMPN 35 Bandung) punya tiga anggota baru, dan salah satunya adalah COWOK! Wahiiiiiiiiiiii............. Sebagai ketua dan anggota ekskul yang isinya cewek-cewek semua, jelas seneng! Karena.... ADA YANG BISA DIKECENGIN SELAMA BERTUGAS!

*Come, come, baby, come, come my babyyyy~~*

Namanya Ilham, anak kelas 8C, sekelas sama Hera (sekretaris) dan Zahra alias RaRa (sahabatku). Mereka berdua tau sih, aku ngeceng (baca: mengunci target pada) Ilham.  Tapi berhubung aku gak kayak cewek lain yang kalau digodain dikit bakal, "Aaaaaaah....... kamu maaaaaaaaaah! Diem aaaaaaaaaahh..........!!!" sambil menghentak-hentakkan kaki, mereka juga anteng, cuma ngegodain dikit (apa akunya aja yang gak nyadar, ya?). Biarin ah, yang penting Ilhamnya cakep-unyu gitu. Selain itu, aku juga tadi di Keputrian maksa mereka berdua ngirimin foto-foto Ilham ke aku lewat BBM. Sekarang aku punya sebelas fotonya Ilham. Mwahahahahaha.

Dan, ada untungnya juga sekarang aku bisa nulis post ini di sini. Artinya tadi aku gak jadi main ke rumahnya Hera. Sialnya adalah aku gak jadi ketemu Ilham (karena dia juga awalnya mau ke rumah Hera--ralat: rumah ORANGTUA Hera), dan gak jadi ngedengerin cerita RaRa. Well, gimanapun aku lebih fokus sama RaRa, karena dia bermasalah sama cowok yang dia taksir. And you know what? Cowok itu udah ngirimin RaRa surat "beracun" dan nyakitin hati dia banget. You know what else? RaRa dengan ajaibnya tetep naksir cowok itu. Hebat, kan? Makanya aku pengin dengerin cerita dia. Lucunya adalah, aku--mentang-mentang belum kelar urusan sama psikolog--sikapku juga mirip-mirip psikolog gitu. Masuk ke malpraktek gak ya? Moga-moga aja nggak. Hwehehehehehehehehe.

Kenapa tiba-tiba aku inget sama Will? #random abis

Sudahlah, aku mau ngerevisi novel dulu. Baru sampe halaman entah berapa, yang pasti belum sampe halaman seratus. Ntar aja ya, kapan-kapan aku posting lagi di sini.

N.B: Nyesek liat tweet mbak yang di Suroboyo yang bilang ke Alex bahwa twitter dia masih suka "diliatin". Mampus. Kalau si Alex ngunci akunnya gimana nasib stalker amatiran ini nih? #duilah

N.B II: Fanmail, nih, fanmail (kayak yang punya fans aja lo Dill): d.armandouth@gmail.com. Yang masuk pasti dibales, santai beroh :D

Akhir kata, wassalam. Doakan aku berhasil, ya! #gaya Benteng Takeshi

Monday, 5 March 2012

Nggak, aku gak kecewa sama kamu. Aku ternyata cuma kecewa sama mereka. Ini terdengar gak adil, tapi ternyata kamu lebih berharga buatku ketimbang mereka. Kamu pengganti Adrian. Kamu adalah figur kakak dalam hidupku.

Kakak yang pertama, Will, dia meninggal.

Kemudian Dan, dia marah padaku.

Tinggal tersisa kamu. Kamu terlalu mirip kakak buatku. Aku susah kecewa sama kamu. Ya, rasa kecewa ada. Tapi rasa sayangnya pun masih tersisa.

Dan tau gak? Waktu aku liat TL tweet kamu, liat bahwa kamu lagi patah hati... aku bener-bener marah sama cewek itu (lucu, kan?), dan berharap that I was able to cheer you up.

Brengseknya adalah aku gak bisa.

Aku gak suka manggil kamu pake inisial, kuharap kamu gak keberatan aku nyebut nama kamu langsung, Lex. Yah, gimanapun juga kan ada ratusan orang di dunia ini yang bernama panggilan "Lex", gak kamu doang. Kalau kamu gak mau, email aku lewat contact person aja Lex, pake marahin kalau mau. Udah lama gak ada yang marahin aku -___-

Aku boleh jadi pernah nge-hack akun kamu, tapi rasa sayangnya tetap sama. Aku masih menganggap kamu kakakku, sekalipun kamu udah, yah, marah sama aku, merasa dicampakkan, atau apa. Hhh... Seandainya kamu tau betapa aku pengin banget ketemu kamu. Dan seandainya aku bisa, aku pengin ngobrol sama kamu. Tapi saat ini, lebih dari segalanya, aku pengin ngegampar cewek yang udah nyakitin kamu.

Well, that was a sister for, right?

Ketika Percaya Berubah Menjadi Amarah #2

Tambahan doang, sih, jadi gak akan panjang kayak yang sebelumnya #scoffs

AJW bilang aku mencampakkan dia (aku lihat di salah satu reply tweet KI ke dia di Twitter). Dia bilang, "Aku merasa dicampakkin dong waktu dia ngehack akunku, tapi ya sudahlah ._."

Kalimat persis gak inget, aku ogah nginget -___-

Tapi aku jadi penasaran, apa yang membuat AJW merasa aku mencampakkan dia? Emang aku bilang ELOH-GUEH-ENDH gitu ke dia? Apa yang membuat dia merasa dicampakkan? Setau aku, dicampakkan itu sama dengan dibuang, disisihkan. Hei! Yang menderita couplogagophobic (ketakutan merasa disisihkan) itu kan aku! Kenapa ngefeknya ke kamu? Serius, nih, kamu merasa dicampakkan? Atau kamu terlalu hiperbola aja? Atau kamu emang merasa gitu? Kalau iya, kenapa?

Sumpah aku bingung banget. Dan aku paling benci ngerasa bingung. Aku benci kebingungan kecuali aku yang bikin orang bingung #yeeeeeeeeehhhh

Apa yang bikin kamu merasa dicampakkan? Please, kasih tau aku. Gimanapun juga, ternyata, rasa sayangnya masih berbekas. Yah, kamu kan udah kuanggap kakak. Kakak kandungku aja butuh bertahun-tahun sampai akhirnya aku sukses benci dia. Lah kamu?

Ada apa?

Ketika Percaya Berubah Menjadi Amarah

*Hela napas*

That moment when you don't have any KitKat #eh

Gini deh ya, gini. Kurasa kalian udah tau garis besar permasalahan awal. Aku bohong -> mengadakan eksistensi seseorang, cinta sejatiku, pahlawan dalam hidupku, napas dalam hidupku (ecieh) yaitu Matteo (Matty, oh, Matty, maaf aku belum lanjutin ceritamu Sayang, aku lagi galau -__-) -> aku ngaku jujur -> sebelumnya aku sempat nge-hack akun seseorang (gak bisa sebut nama, aku udah pernah nyaris dituntut, ogah kalo sampe beneran Men :O) -> aku ceritain juga sama (orang yang kukira) sohibku (sekarang mungkin status mantan) -> orang tempat aku mengakui kesalahan sama korban hacking marah, pacarnya yang aku akuin juga marah, mereka nge-block aku berjamaah; semoga pahalanya juga dapat berjamaah, tapi kalau justru dapet dosa... ya jangan dapet deh Ya Allah, dua dari tiga (dulunya) temen deketku juga tuh ._. -> ketiga orang itu karena marah mutusin hubungan denganku... secara sepihak -> korban lain yang beda kota yang udah nganggap Matty kakaknya sendiri kecewa dan sakit hati -> dia mengklarifikasi bahwa kami gak akan bisa sahabatan lagi, paling cuma temenan -> aku oke aja, selama gak dimusuhin gitu -_- -> tapi yang tiga orang itu gak ngasih kejelasan. Horeee, now everybody JUMP! #loncat bareng Dora

Aku menghormati perasaan si Korban I yang berada di luar kota, SUNGGUH. Tapi yang tiga orang lainnya.... hela napas lagi aja deh *hela napas*

Si Korban II (korban hacking) sempat bilang di Twitter, "I've read your post blog," katanya, "Those words describes everything bout your lies. That's hurt enough, that's evil enough. I think."

At first, aku salah baca; bukannya "bout" (kependekan "about", kalau aku gak salah), tapi "but" (yang bisa diartikan kecuali). Jadi awalnya aku baca tuh, "...Those words describes everything bout your lies," dan pada saat itu sempat terlintas pemikiran, "Terima kasih Tuhan, mungkin aku punya kesempatan menjelaskan", sialnya adalah aku baca tweet itu dua kali dan baru di kali kedua aku bener bacanya. Ah, dasar sial...

But you know what? I think, what's evil enough is when you don't give me a chance to explain.

Ya, mereka gak ngasih aku kesempatan menjelaskan--Korban II, Korban III (dulu kukira sohibku) dan Korban IV (sebenernya dia gak pantes masuk kategori korban, tapi dia pacarnya III). Korban I sih, yah, kurasa dia udah cukup mengerti, dia hanya memang gak bisa berhubungan kayak dulu sama aku lagi, dan aku menghormati keputusannya. Tapi itu, si II, III, dan IV. Iiiiiiiiihhh......... Kalian agak curang! Aku tau aku sama sekali gak berhak kesal apalagi marah, tapi jujur, aku gak kesal. Aku cuma kecewa.

Biar lebih gampang, gini deh:
Korban II = AJW (perlu tambahin A gak ya? Gak usah deh #nanya sendiri jawab sendiri)
Korban III = ANR
Korban IV (sumpah aslinya gak rela dia masuk daftar korban tapi mau masuk daftar mana lagi?) = AIL

Sejujurnya, kenapa aku nge-hack akun AJW, itu cuma buat iseng-iseng. Niatnya pertama kali: cuma buka, liat-liat bentar, terus keluar. Begitu masuk, niatnya ganti jadi: buka, liat-liat bentar, post beberapa tweet iseng kurang kerjaan, terus keluar. Tapi, aku liat bahwa AJW belum mengkonfirmasi akunnya, jadi aku tergerak untuk membantu [aslinya emang hobi ikut campur (_ _")] dan membuatkan AJW sebuah email, dengan password versi alay password Twitter-nya (SATU, aku dapat password dia dari oknum tak bersalah. DUA, aku bukan anak alay, tapi bahasa alay emang ampuh buat password). Kemudian, dari akun AJW aku kirim DM (Direct Message) ke akun AJW lagi, ngasih tau soal password, email, dan bahwa akunnya udah dikonfirmasi--dengan nama anonim. Jelas aja AJW kaget, so-ak (b. Sunda), AKUNNYA DIBAJAAAAK!

Waktu AIL nuduh aku, aku bantah. Yah, namanya pembohong, udah sering berbohong jadi udah kayak reflek. Dan ke ANR aku bilang bahwa ada orang yang maksa aku nge-hack akun AJW. Dan itu kulakukan setelah... AJW berhasil ngambil alih balik akunnya dan aku udah melakukan tindak kriminal.

Damn. Waktu aku berbohong soal Matteo, sebenernya itu bukan penipuan, itu cuma kebohongan jangka panjang. Amoral, ya. Tapi melanggar hukum nggak. Tapi ini? Membobol akun orang, menyebarkan rahasia orang lain? Itu melanggar hukum. Aku bukan peminat PKn, jadi aku gak tau pasti, tapi kurasa gak akan bisa sampai ditarik ke Meja Hijau. Kalaupun iya, orang akan melihatnya sebagai suatu tindak over acting. Berlebihan. Lebay. Membesarkan perkara kecil. Karena meski aku membobol akun orang dan menyebarkan rahasia orang, rahasia-rahasia itu tidak merugikan orang lain. Well, yah, pastinya mereka merasa malu. Dan aku juga gak ngambil keuntungan materiil dari hacking tersebut. Sama seperti kalau mau bilang aku-Matteo melakukan penipuan, kami gak menghasilkan kerugian dari pihak lain. KALAU aku membobol akun AJW, terus mengalihkan semua uang yang ia punya ke rekeningku, NAH, ITU baru pelanggaran hukum berat. Bisa dibawa ke pengadilan. Bisa kena tindak pidana penjara, pula.

Sampai di sini, akan muncul pertanyaan: Kenapa aku tega menyebarkan rahasia orang lain?

Ada satu hal yang perlu kalian tau. Pada saat itu, aku tidak sadar sepenuhnya. Gimana aku bisa tau aku gak sepenuhnya sadar? Yah, setengah bagian diriku tau bahwa itu tuh berbahaya, hanya saja saat itu aku tidak benar-benar memikirkan resikonya. Setengah bagian lagi begitu dikuasai peran. Ya, di situ aku berperan sebagai hacker pemula yang brengsek. Nah, ini salah satu hal yang mendasari mengapa aku pergi ke seorang psikolog hari Minggu lalu, karena aku takut ini merupakan gejala kepribadian ganda. Maksudku, hei, aku melakukan hal-hal yang dilakukan oleh bajingan pengecut! Dan aku baru sadar ketika AJW "melempar"ku keluar dari akun itu. Saat itu, aku tiba-tiba merasa ditampar. Seolah dibangungkan dari keadaan trance.

Apa yang baru aku lakukan?

Dari situ, aku buka akunku, dan melihat semuanya. Astaga, sampai begitu?

Aku gak mendramatisir, ini betul-betul apa yang terjadi. Sialnya lagi, masih ada bagian dari aku yang masih terpengaruh oleh peran itu. Dan aku, tiba-tiba mendapat pemikiran untuk menyelamatkan diriku sendiri, membocorkan rahasia-rahasiaku juga. Dan sialnya, sisi diriku yang sudah sadar tapi pengecut justru menyetujuinya. Dipengaruhi oleh peran, aku membocorkan semuanya. Semuanya; kecuali satu tempat yang terlalu vital, dan bahkan diriku yang paling pengecut menggelengkan kepala sampai hampir putus ketika sisi yang lain hendak membocorkan rahasia yang itu. Saat itu, sebagian diriku berkata, Nggak, rahasia-rahasia yang lain udah cukup jadi alibi. Dan aku tuh pengecut banget. Aku cerita sama ANR bahwa itu tuh aku dipaksa orang. Ya, aku begitu pengecut sampai mengkambinghitamkan satu lagi karakter rekaan.

AAAAAAGGGHHHHHHHHHHHH........................ DILLA! KAMU TUH BEGODUNGUTOLOLGOBLOKIDIOTIMBESILGAKPUNYAOTAKOTAKUDANGTOLOLGOBLOK BANGET SIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH.......................................................... !!!!!!!!!!!!!!!!! #jedukin kepala ke tembok

Setelah tau alasannya... well, aku gak berharap mereka akan mengerti. Setidaknya mereka jadi tau, atas dasar apa aku melakukan itu. Sementara kalau mereka gak tau alasan sebenarnya tapi langsung main judge kan... itu curang. Gak adil. Penilaian sebelah mata. Berat sebelah. Tidak setimbang. Menyakitkan.

Bagiku, hal lain yang paling menyakitkan selain menyilet tangan sendiri (udah pernah lho, dan ya ampun.. *pingsan*) adalah ketika orang menilaiku tanpa melihat keseluruhan.

Karena nila setitik, rusak susu sebelaga. Mereka mungkin akan berpikir begitu. Ya, memang benar. Imej baikku yang selama berbulan-bulan mereka tau (lebih dari setahun deh, buat AJW sama ANR, buat AIL sebulan juga belum ada), kini rusak karena kebohongan. Imej baik itu susu dalam belaga, kebohongannya itu tuh setitik nila (tinta).

Tapi bukankah akan lebih baik seandainya mereka tau dulu alasannya?

Bukankah itu akan lebih baik ketimbang mengetukkan palu, memvonis bersalah dan layak dihindari seperti virus tanpa mendengar kesaksianku?

Bukankah lebih baik seandainya mereka memberiku satu kesempatan menjelaskan?

Tapi mereka tidak memberiku kesempatan. Mereka bertiga hanya memutar balik tubuh mereka lalu lari, pergi, tanpa menoleh lagi.

Setidaknya dengan menjelaskan aku bisa merasa lebih enakan.

Tapi entah mereka menganggapku patut terbebani dalam lumpur rasa bersalah atau memang ego mereka memaksa mereka tidak mendengarku lagi.

Ya, kini aku tidak patut dipercaya.

Ya, semua itu karena aku berbohong.

Dan, ya, aku menampilkan profil tidak peduli saat kalian pergi.

Tapi apa kalian tau apa yang ada di balik topeng cuek itu? Tidak?

Ya ampun. AJW dulu kuanggap seperti kakakku sendiri, dan ANR dulu kuanggap sahabatku. Kami klop. Begitulah yang aku kira. Tapi ternyata... mereka tidak seperti bayanganku. Apa yang ada di dalam bayanganku? Oh, bahwa mereka marah. Itu jelas. Tapi dalam bayanganku, mereka akan berkata (walau dengan nada dingin dan sinis), "Perbuatan kamu itu gak bisa dimaafkan, tapi mungkin aku mau mendengarkan penjelasan kamu."

Mereka tidak melakukan itu. Tidak, mereka bahkan tidak menyebut-nyebut tentang alasan. Penjelasan. Sebuah titik terang atas kelakuanku.

Tidak.

Dan, sungguh, kalau aku boleh bilang, aku kecewa. Guru BK-ku benar. Pun psikologku benar. Sahabat sejati tidak dapat ditemukan lewat dunia virtual. Kalian itu semu. Ya, ANR, AJW, kalian semu. Tidak nyata. Tidak tersentuh. Tidak terlihat. Tapi kalian bukan Tuhan. Kalian hanya figur. Sosok tak jelas. Profil berbayang-bayang di internet. Dan, sialnya, aku menaruh rasa percaya dan rasa sayang yang cukup besar pada kalian. Tapi sama seperti kalian, rasa sayang itu pun semu. Dengan cepat surut, digantikan level kecil rasa kecewa.

Saat ini baru terpikirkan olehku: apa sebenarnya kalian takut? Apa kalian takut bahwa ternyata alasanku melakukannya begitu kuat sampai menggoyahkan rasa benci dan amarah kalian padaku, membuat kalian bersimpati padaku?

Kalau iya, berarti kalian pengecut.

Lebih dari aku, bahkan.

Thursday, 1 March 2012

Aku belum siap menerima konsekuensinya. Aku sama sekali belum siap. Tapi sekarang kalian semua udah tau. And I can do nothing with that. Aku mengerti kalau kalian berbalik membenciku. Atau, minimal, berhenti mempercayaiku. Sungguh bodoh jika tidak. Sejujurnya, aku menolak keras prinsip "mereka/dia gak pantas menerima aku". Semua orang memiliki tempatnya masing-masing. Dan, dengan berakhirnya hubungan kita semua, mungkin tempatku memang bukan dalam hidup kalian.

Tapi kehilangan seseorang yang udah dekat banget dengan hidup kita itu sakit. Sakit sekali. Bagaimana pun juga, kalian berdua adalah orang yang dekat denganku. Dan kenapa aku mengecewakan dan menyakiti kalian dengan kejujuranku? Karena aku sayang kalian dan aku mau kalian tau kebenaran. Tapi pertanyaan utama: kenapa aku berbohong?

Aku sendiri belum bisa menjawabnya.

Aku gak tau kenapa aku berbohong. Bukan cuma berbohong, bahkan melanggar hukum. Menipu. Aku bukan cuma pembohong tapi juga seorang penipu. Tempat penipu adalah penjara, sayangnya aku terlalu pengecut untuk pergi ke sana.

Entahlah, kurasa aku harus pergi ke psikiater. Atau mungkin psikolog. Aku sendiri benci mengakuinya, tapi ada setitik kecil bagian diriku yang berharap supaya aku sakit jiwa. Supaya aku memang gila. Mungkin skizofrenia. Dengan begitu akan lebih mudah bagiku menjelaskan mengapa, dan lebih mudah bagi kalian menerima kebohonganku. Setidaknya kalian hanya akan berpikir, "Oh, Dilla Nanditya sih memang karena jiwanya terganggu."

Aku sungguh-sungguh minta maaf. Tidak seorangpun dari kalian mau membalas SMS dan menerima panggilan teleponku. Itu wajar. Tapi aku kehabisan cara memberi tau kalian bahwa aku sungguh menyesal. Aku tidak pernah tau bahwa proses belajar menjadi seseorang yang lebih baik akan pernah sesakit ini. Ketahuilah, ketika aku menyakiti kalian, rasanya sama seperti menyakiti diriku sendiri.

Tapi untuk kebohongan soal Matteo, kurasa itu bisa dijelaskan. Aku kesepian. Aku butuh teman. Dan aku menciptakannya.

Untuk hal lainnya, kurasa aku memang mulai lupa siapa diriku sebenarnya. Kurasa jiwaku memang mulai terganggu. Mungkin suatu saat nanti aku akan berakhir di salah satu bangsal rumah sakit jiwa.

Tapi aku berusaha sebaik mungkin untuk berhenti. Berhenti berbohong. Berhenti mengganggu kalian... Berhenti menjadi parasit. Aku akan menghargai pendapat, keputusan, dan hak privasi kalian. Aku cuma pengin kalian tau bahwa aku menyesal. Sangat menyesal.

Tapi aku juga tetap cukup egois untuk mempertahankan pemikiran bahwa kalian tetaplah sahabatku. Meski sekarang cuma kusimpan dalam hati.