Wednesday 4 December 2013

So What's Up?

Nothing much. Hanya sedang berusaha bertahan hidup dari eliminasi mengerikan ala institusi berkedok pendidikan yang mereka adakan setiap akhir semester semata untuk mengevaluasi hasil belajar para peserta didiknya yang, omong-omong, tidak akan menggunakan lebih dari 80% hal yang mereka ujikan di realita.

Dan juga sedang berusaha melupakan kematian Paul Walker 30 November lalu, atau, 1 Desember menurut waktu kita. Ini tidak seharusnya terjadi. Bukan kematiannya, tapi mental breakdown yang aku rasakan. Maksudku, well, mungkin aku menyukainya tapi kehidupannya nggak pernah bersentuhan secara langsung denganku dan aku nggak seharusnya merasa begitu kehilangan tapi toh nyatanya itu yang kurasakan.

Next thing. Kemarin aku ke toko buku dengan ibuku dan aku membeli tiga buku: Prodigy--lanjutan dari Legend--The Hunger Games, dan Catching Fire. Kau salah besar kalau mengira aku baru menonton filmnya dan memutuskan aku menyukai ceritanya lalu membeli bukunya. Bukan. Aku memiliki seluruh triloginya, lengkap. Aku hanya membeli buku baru karena buku-buku ini dicetak ulang dan ganti kover. The Hunger Games masih mempertahankan background hitam dengan simbol Mockingjay di tengah-tengah, namun simbol itu diperkecil dan diletakkan di balik tulisan The Hunger Games. Sementara Catching Fire merombak total kovernya. Kover yang dulu berwarna merah bertuliskan Catching Fire - Tersulut dengan ilustrasi Mockingjay yang dijadikan target, kini berubah menjadi gambar sebuah tebing dengan Katniss Everdeen kita tercinta berdiri di ujungnya; busur di tangan dan panah di punggung. Yang kubenci adalah judulnya yang diubah. Catching Fire menjadi The Hunger Games: Catching Fire. Aku mengerti itu untuk memudahkan orang-orang mengetahui bahwa buku ini merupakan sequel dari The Hunger Games tapi aku merasa bahwa mereka yang membutuhkan keterangan lebih lanjut seperti itu tidak cukup peduli untuk mengetahui keseluruhan judul trilogi The Hunger Games. Kurasa real tribute--baru ataupun lama--akan mengetahui yang mana kisah yang berhubungan dengan The Hunger Games dan bukan karena mereka CUKUP PEDULI untuk mencari tahu.

I JUST DOWNLOADED ANOTHER TRILOGY TO FIFTY SHADES!!! Kisah ini--kalau review dari Goodreads bisa dipercaya--menceritakan keseluruhan kisah Fifty Shades--Fifty Shades of Grey, Fifty Shades Darker, dan Fifty Shades Freed--dengan point of view Christian. Yes, THAT Christian. Our hot, sexy, dominant, filthy rich, worry-like, blond Christian Grey. OH MY GOD AKU BISA MATI KESENANGAN! Despite what everybody tells me about the story (itu novel dewasa, itu nggak cocok dibaca olehmu, kamu nggak seharusnya baca cerita begitu, itu novel erotica, blah blah blah) aku cukup menyukai trilogi Fifty Shades meski kurang menyukai Fifty Shades Darker (Fifty Shades, #2). Gimana mau suka kalau sejak halaman 30-or-so setiap kali Anastasia dan Christian bertemu yang mereka lakukan cuma having sex? It's really a porn in a book. Tapi Fifty Shades Freed was the best and most favorite of all three! Pertama-tama, di buku ketiga Ana dan Christian MENIKAH *lempar confetti* dan kedua... well... baca sendiri, sana!

Sepertinya aku sedang memulai hobi baru yaitu menulis di atas tisu. Well, setidaknya tisu-tisu yang selama ini selalu kubawa tanpa kupakai berguna juga!

Aku ternyata bisa membaca aksara Sunda! Kenyataan ini membuatku terperangah karena selama ini intelejensiku dalam bahasa Sunda dan hal-hal yang terkait dengannya dapat disamakan dengan intelejensi seekor NGENGAT meskipun jika hal itu menyangkut sastra dan bahasa intelenjsiku nyaris sama dengan MANUSIA meski lebih tinggi sedikit.

Aku mengerjakan soal UAS Matematika dengan cara yang unik; aku mengerjakan 15 soal nyaris bersungguh-sungguh, hampir menangis saat melakukannya, dan akhirnya memilih mana yang tampaknya cukup mendekati kebenaran dari kilau-kilau depresi yang tampak di pilihan A, B, C, D, atau E. Kemudian aku menyingkirkan soal dan mengerjakan sisa 25 nomor lainnya dengan membulatkan secara sembarangan pilihan yang tertera di LJK. Serius. Belum pernah aku mengerjakan soal ujian senekat dan sengaco itu. Aku cuma membulatkan pilihan yang kurasa kusuka tanpa melihat soal SAMA SEKALI. Terkadang kebodohanku sendiri mengejutkanku.

Aku menonton Catching Fire sebanyak TIGA kali, seperti yang kulakukan pada The Hunger Games tahun lalu. PERTAMA aku menontonnya dalam acara #NonbarIHG2 yang diselenggarakan @IndoHungerGames dan jejeritan bareng satu studio. KEDUA aku menontonnya sendiri di sebuah mall dan di dalam bioskop itu aku duduk di row K, persis di tengah menghadap layar, dan aku sendirian! Nggak mungkin ada situasi untuk fangirling yang lebih purrfect lagi. KETIGA aku nonton bareng Asep dan Habibi, bertiga, dan meskipun akulah Tribute-nya (fans The Hunger Games), Asep fanboying lebih keras daripada aku fangirling. Aku merasa tersisihkan. Dan aku nggak ngerti kenapa bisa Katniss tidur bersebelahan dengan Peeta cuma untuk meredam mimpi buruk tanpa mengoyak baju pemuda itu. Kalau aku Katniss, di tengah gejolak hormon remaja ini pasti aku sudah dituduh melakukan pemerkosaan oleh Effie Trinket. Okesip.

Masih nggak setuju Mockingjay dipisah menjadi dua part. Oke, Breaking Dawn dan Harry Potter seri terakhir mungkin memang pantas di-split menjadi dua part karena bukunya aja udah TEBEL BANGET. Tapi Mockingjay cuma terdiri sekitar 400-500 halaman. Puhlease mau dipotong DI MANA?

Akhirnya aku ketemu Re! Dia adalah salah satu dari sekian banyak teman yang kutemui di cyber world. He's an asshole-gentleman (Re bilang padaku di dunia ini cuma ada tiga macam laki-laki; gentleman, asshole, dan gay. Dengan cepat aku memutuskan bahwa dia adalah asshole-gentleman sedangkan temanku yang satu lagi adalah seorang gay-gentleman). Aku langsung MENYUKAI sekaligus MEMBENCINYA begitu kami bertemu. Nggak ada bedanya dari Re yang kukenal lewat Twitter direct messages, mentions, SMS, dan e-mail, cuma yang ini empat dimensi dan bisa ditonjok dan bisa ditendang dan bisa dicincang dan bisa dimakan. Menilik dari bernafsunya aku untuk memutilasi dia, bisa disimpulkan bahwa aku TERAMAT SANGAT menyayanginya. I LOVE YOU, RE! Tapi nggak dengan cara yang mungkin kau pikirkan karena mencintaimu sebagai seorang perempuan pada laki-laki bakal terasa amat MENJIJIKKAN aku lebih memilih tidur dengan kasur.

Baru menyadari bahwa aku mengasosiasikan bayangan sadisku pada seseorang seperti rasa sayangku pada orang itu. Mungkin aku harus mulai menemui psikolog.

Aku menulis surat pada ayah kandungku, Bun. Tapi sampai sekarang belum kukirimkan karena aku belum menulis alamat suratnya. Ibuku bilang Bun udah nggak sabar dan minta supaya suratnya tebal. Err maaf Bun, cuma satu lembar folio bergaris bolak-balik. Ntar aku selipin majalah deh ya, biar tebal.

SELURUH kelas Bahasa digabungkan untuk UAS dan dengan maksudku SELURUH artinya SELURUHNYA dari kelas X, XI, dan XII. Aku duduk bersebelahan dengan Nandita, temanku. Dan duduk cukup jauh dari Mugya, orang yang sampai sekarang masih nggak kumengerti KENAPA aku bisa naksir dia. Baik Mugya, Nandita, Kang Bayu, maupun orang lain di sekitarku pun nggak ada yang bisa jawab. Mugya mukanya tambah aneh dari hari ke hari. Kadang aku cuma pengin nendang dia pada hari Selasa begitu keras sampai-sampai dia baru mendarat Kamis minggu depannya. Kali lain aku cuma pengin nenggelemin dia di kolam sekolah. Kemudian aku ingat bahwa menghilangkan jejak pembunuhan itu sulit jadi aku batal melakukannya. Tapi mungkin, someday soon.

Temanku pindah sekolah dan dia belum mengembalikan bukuku.

Seseorang menyebut Catching Fire sebagai "Hunger Games kedua" dan aku hampir meledak. Menerapkan metode pernapasan sebagai upaya menenangkan diri tapi aku nggak bisa menghilangkan godaan untuk mencekiknya sampai wajahnya biru. NGGAK ADA THE HUNGER GAMES 2 ATAU 3. YANG ADA HANYALAH THE HUNGER GAMES DAN CATCHING FIRE DAN MOCKINGJAY. ENYAHLAH KE NERAKA KALAU KAU MASIH BERSIKERAS MENYEBUTNYA THE HUNGER GAMES KEDUA ATAU KETIGA DASAR KAU MANUSIA.

Dipeluk Mudita waktu #NonbarIHG2. Pulang dengan perasaan ringan berbunga-bunga. Sayang Diza nggak datang. Seandainya datang, pasti formasi [DI]versity akan jadi lengkap dan aku mungkin pulang ke Bandung meledak menjadi jutaan taburan confetti di KM 69. Aku tidak tahu mengapa harus KM 69.

AKHIRNYA AKU BERMIMPI KEMBALI.

No comments:

Post a Comment