Tuesday 2 July 2013

Demonstrasi: Ya atau Tidak?

Sejujurnya aku nggak ngerti sama sekali kenapa ada orang yang mau capek-capek berdemo. Maksudku, kalau kau berdemo masak atau mengirim album demo indie ke perusahaan rekaman sih masih menguntungkan bagimu, ya kan. Tapi berdemo, berorasi, mengumpulkan banyak massa hanya untuk membuat macet jalan dan bertindak anarkis apa gunanya sih? =|

Dalam beberapa minggu terakhir ini, sepanjang pemberitaan di TV, hanya dua jenis demo lokal yang diberitahukan: soal kenaikan BBM dan RUU (sekarang UU) Ormas. Yang pertama aku mengerti, yang kedua aku nggak begitu mengerti (soal yang didemokannya). Believe it or not aku bahkan baru tau kalau Ormas itu akronim dari Organisasi Masyarakat. Yah, seperti yang ibuku bilang, kecerdasanku terbatas.

Omong-omong, untuk bahan blogging aku bahkan sudah Googling soal RUU Ormas itu, mencari pasal-pasalnya, tapi yang kudapat cuma pasal-pasal yang dihapus atau direvisi. Begitulah. Ini pertama kalinya aku sampai Googling cuma untuk blogging dan karenanya itu patut dirayakan. Ayo tumpengan! Ibuku yang ntar bayar tagihannya.

Oke, balik ke topik waras dan awal. Jadi, aku nggak mengerti kenapa ada orang yang mau berdemo--di sini kalian seharusnya sudah tahu demo mana yang kumaksud. Maksudku, kalau kalian berdemo dengan tertib dengan pengawalan polisi saja tidak digubris oleh pemerintah, apalagi kalau dengan jalur anarkis. PDA--Please Deh Aah. Maksudku, aku tahu kita ini negara berkembang yang pendidikannya nggak bagus-bagus amat kalau dilihat dari banyaknya pengangguran, tapi kita nggak sebego itu kan. Atau mungkin kita memang sebego itu dan nyatanya pendidikan kita baik-baik saja namun karena terlampau bego jadi kreativitas orang-orangnya pada mati kali ya. Aduh gue frontal banget.

Misalnya, para buruh dan mahasiswa yang berdemo soal BBM (RUU--sekarang UU--Ormas dikesampingkan aja dulu, aku masih rada blank). Mau mereka berdemo sedahsyat dan secetar membahana badai bulu mata Syahrini juga mereka masih butuh BBM kan? Mereka bakal tetep beli BBM kan? Dan modus pemerintah untuk pengalihan penggunaan alat transportasi itu udah jelas kan? Jadi ngapain masih demo? Ada yang demonya SETELAH BBM dinaikkan pula. Gak kurang kesiangan apa. Aku cenderung setuju dengan ibuku dan pernyataan seorang ibu-ibu dengan penampilan kelas menengah-bawah mengenai KPS--Kartu Perlindungan Sosial.

Kira-kira begini perkataan ibu itu, "Saya gak setuju sama Kartu Perlindungan Sosial (KPS) itu. Ngapain, itu cuma bikin rakyat tambah manja. Kalau mau ngasih bantuan, kasih bantuan ke pendidikan, sekolahkan rakyat sampe pinter, baru nanti kita sejahtera."

Meskipun membahas hal yang berbeda, yaitu kenaikan BBM dan kompensasi kenaikan BBM yaitu KPS untuk BLSM, pada dasarnya yang disampaikan oleh ibuku dan ibu-yang-masuk-tipi itu kira-kira serupa--setidaknya yang aku tangkap.

Gak masalah, kerja lima belas jam sehari, tidur cuma lima jam sehari Gak masalah BBM dan harga sembako naik, asal ada kesetaraan. Kalau ada kesetaraan, semuanya bakal berbanding lurus. Meski harga-harga naik, pendapatan rakyat juga akan naik, dan dengan begitu kesejahteraan menyusul. Hmm, mungkin agak sulit kujelaskan ya, dan akan sulit juga untuk mengerti kalau pola pikirmu nggak mirip dengan pola pikirku (normal kok, normal. Kalau pola pikirnya sama baru absurd). Coba kujelaskan satu per satu ya.

Yang dikatakan oleh ibu-keceh-di-tipi adalah bahwa ia tidak melihat BLSM sebagai suatu hal yang patut disyukuri--sebaliknya, ia bisa dibilang mencela BLSM. Karena menurutnya, rakyat sama saja dimanjakan. Sejujurnya secara pribadi menurutku rakyat gak dimanja-manjain amat, terutama karena uang BLSM yang mereka dapat sama dengan uang jajanku dua bulan (#fyi aku dapat uang jajan bulanan, Rp150.000,00 yang sama dengan jumlah BLSM yang diberi pemerintah pada satu KK/bulan). Tapi argumen ibu-tipi-nan-gahol bisa diterima. Bukan tidak mungkin ada KK yang puas dengan Rp300.000,00 untuk dua bulan dan justru jadi bergantung pada kucuran dana BLSM pemerintah. Alhasil ia justru jadi keenakan, dan itulah yang dimaksud oleh ibu-yang-muncul-di-TV-oh-gue-udah-kehabisan-julukan-baginya dengan memanjakan. Perlu diingatkan kembali orang Indonesia itu memang rata-rata pada MANJA. 11 dari 10 orang Indonesia merasa keenakan dengan "kekayaan alam" yang dimiliki negaranya dan malah terlena. Kita yang dulunya bangsa pekerja keras malah jadi bangsat ogoan seiring waktu. Yaaahh gue gak bakal mangkir gue juga suka bermanja-manja sih, hehehe. Tapi bukan itu yang gue omongin dan gue masih di bawah umur so your argument is invalid. *ketok palu*

Seandainya pemerintah ingin memajukan perekonomian mungkin pemerintah bisa mulai memberi penyuluhan mengenai lapangan kerja dan/atau wirausaha serta lebih menaruh perhatian pada wirausahawan/wati di Indonesia. God knows kita punya banyak wirausahawan/wati cakep yang kreatif dan bisa mengembangkan usaha mereka namun kekurangan tenaga kerja. Jika saja pemerintah lebih menonjolkan wirausaha-wirausaha tersebut, dan sekaligus memberi penyuluhan tentang wirausaha, mungkin ekonomi bisa lebih maju. Kalau sudah begitu, argumen mengenai kenaikan harga barang kebutuhan pokok ataupun BBM bisa diketok palu sebagai invalid dan presiden bisa melenggang pergi like a boss.
 Kalau gue bisa ngedit gambar bakal gue kasih tuh "Boss" peci sama dasi pak Beye, huahahahah.

Seperti yang udah gue bilang sebelumnya, kesejahteraan bakal menyusul waktu kita udah sedikit lebih maju. Iya, sedikit aja, gak usah muluk dulu. Asal orang-orangnya udah rada pinter dikit aja. Dan itu membawa kita pada topik soal pendidikan. Iya, udah ada bantuan dana BOS, tapi udah merata belum? Daripada kucurin dana buat BLSM yang bahkan gak tepat sasaran dan gue asli pengin nabok tuh orang "berada" yang dapet BLSM tapi nolak ngasih dananya ke orang yang lebih membutuhkan dengan alasan itu haknya sebagai warga negara (iya, hak warga negara NENEK MOYANG LO SEORANG PELAUT, 'PRET) mending disebarluaskan ke sekolah-sekolah yang letaknya lebih jauh dari peradaban kota besar. Bahkan presiden dan menteri Kemendikbud bisa juga lhoh melantik guru dengan gaya blusukan a la pak Joko Widodo tersayang ulala. Maksudnya blusukan, jadi seorang PNS yang menjadi guru dikirim ke wilayah-wilayah pedalaman untuk mengajar di sana. Jangan satu orang buat satu daerah dong, itu namanya Hunger Games abad 21. Beberapa orang, dan sementara beberapa mengajar sisanya bisa melatih orang-orang yang cukup umur dan lebih berpendidikan dari orang di sekitarnya sebagai guru dan tralala begitulah seterusnya.

Iya, gue tau, lebih gampang ngomong daripada dilakuin. Tapi senggaknya bisa dipertimbangkan, ya gak? Itu juga kalau ada pejabat yang baca blog gue sih. Gue... antara pengin ada pejabat negara yang baca dan nggak. Pengin, karena kayaknya keren dan kali-kali aja gue diberi penghargaan sebaga Blogger Terkeceh dan Tervisioner Op De Yir. Tapi takut juga kalau-kalau gue dianggap menghina terus dipenjara terus dijadiin tontonan di Ragunan OH MY GOD GUE BELUM SIAP TERKENAL.

Nah, puas ngebahas soal BBM dan segala OOT gue, mari kembali bahas RUU--sekarang UU--Ormas. Eh, tunggu, just to make sure, rapat Paripura DPR RI yang mengesahkan RUU Ormas berlangsung tadi siang/sore kan? Gaaaakk, kali-kali aja entah bagaimana gue terlempar ke masa depan waktu sidang/rapat Paripura yang mengesahkan RUU Ormas berlangsung sementara di masa kini statusnya masih RUU.

Sebenarnya setelah gue baca-baca pasal-pasal yang direvisi dari RUU Ormas itu, gue gak begitu melihat apa yang bisa bikin massa berdemo dan keukeuh menolak RUU Ormas itu. Maksudku, itu sampai direvisi dan ada pasal yang dihilangkan, lho. Jadi bisa dibilang sebenarnya pemerintah--yang mencakup anggota DPR RI, Menkum HAM, Kemendagri, dan Kemenag (silakan cari kepanjangannya di Google karena gue merasa keren make akronim-akronim itu huahahahah)--sudah berusaha untuk tidak membuat RUU itu membebankan Ormas, ya gak? Yah, itu menurut pendapatku sih. Lagipula nggak ada yang aneh kok.

1. Pasal 7
Bidang kegiatan yang semula dikategorisasi, maka dalam draf terbaru kategorisasi tersebut dihilangkan dan ketentuan mengenai bidang kegiatan bagi ormas diserahkan pada kebijakan masing-masing ormas, sesuai dengan AD/ART yang dimiliki ormas tersebut

2. Bab IX Pasal 35
Bab mengenai keputusan organisasi dihapuskan, karena ketentuan mengenai pengambilan keputusan organisasi merupakan hak dari masing-masing ormas.

3. Pasal 47 ayat 2 dan 3
Terdapat penambah syarat pendirian ormas yang didirikan oleh warga negara asing dan badan hukum asing, ketua dan sekretaris atau bendahara harus dijabat oleh warga negara Indonesia.

4. Pasal 52 huruf d
Pansus melakukan perbaikan terkait penjelasan huruf d yang menjelaskan mengenai kegiatan politik. Sehingga penjelasannya menjadi yang dimaksud dengan "kegiatan politik" adalah kegiatan yang mengganggu stabilitas politik dalam negeri, penggalangan dana untuk jabatan politik, atau propaganda politik.

5. Pasal 59 ayat (1) huruf a
Dalam ketentuan larangan yang terdapat dalam pasal ini, semula terdapat kerancuan dalan penormaannya. Pansus melakukan penyempurnaan sehingga rumusannya menjadi larangan untuk menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara Republik Indonesia menjadi bendera atau lambang ormas.

Pengaturan ini terkait dengan ketentuan yang ada dalam larangan yang terdapat dalam pasal 57 huruf c UU No. 24 tahun 2009 Tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

6. Pasal 59 ayat 5
Ketetuan yang terdapat dalam pasal tersebut dihilangkan diatur 60 ayat (2) huruf d, sehingga rumusan menjadi "melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan."

7. Pasal 65 ayat (3)
Terkait dengan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap ormas lingkup provinsi atau kabupaten/kota. Semula dalam penjatuhan sanksi tersebut pemerintah daerah meminta persetujuan Forkompimda, namun karena di lingkungan kabupaten/kota belum terdapat forum tersebut maka ketentuannya disempurnakannya menjadi "dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap ormas lingkup provinsi atau kabupaten/kota, kepala daerah wajib meminta pertimbangan pimpinan DPRD, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya."

8. Poin 8 pasal 53 huruf B
Dalam ketentuan peralihan yang dituangkan dalam pasal ini. Sehingga memberikan penghargaan ormas yang berdiri sebelum proklamas kemeredekaan RI dan masih konsisten mempertahankan NKRI.  Ormas ini harus diberikan tempat istimewa karena apresiasi dalam sejarah, kami sadar meletakkan beberapa ormas besar yang punya kontribusi besar tidak hanya terhormat tetapi istimewa.
(Sumber: http://nasional.sindonews.com/read/2013/07/02/12/756481/disahkan-dpr-isi-uu-ormas-alami-perubahan)

 Ambil contoh poin nomor satu (pasal 7) yang langsung gue mengerti sekali baca (yang lainnya kudu beberapa kali baca dulu baru ngerti beneran ._.), di situ jelas dinyatakan bahwa meski awalnya pemerintah hendak membuat kategorisasi mengenai kegiatan yang dapat dilakukan ormas, mereka berubah pikiran dan akhirnya membebaskan ormas melakukan kegiatan secara bebas selama masih dalam lingkup AD/ART ormas tersebut yang mana hanya Tuhan yang tahu apa artinya itu. Intinya, "Ya terserah lo deh mau ngapain Mas (ormas), tapi tetep ikutin kaidah eaps." (sejak kapan pemerintah jadi alay?)

Poin nomor dua pun demikian, ormas dibebaskan untuk mengambil keputusan (terkait apapun maksudnya itu) tanpa campur tangan pemerintah--apa yang mau diperdebatkan?

Poin nomor tiga (Pasal 47 ayat 2 dan 3) jelas mengindikasikan bahwa "pejabat ormas" harusnya seorang Indonesia, dan bukannya bangsa asing, dan ada yang menentang? Uh, maaf kalau aku kurang mengerti tapi helloooooooo............?? Kalau masih ada yang ingat pelajaran sejarah SMP dulu, beberapa organisasi bangsa kita memiliki pejabat orang asing dan kita harus main sok-polos-tapi-ada-sesuatu-di-baliknya dengan para orang asing itu. BPUPKI, inget gak? Meski sejarah gue anjlok senggaknya gue baru lulus gitu. Jika pejabat ormas merupakan seorang asing, kenapa bermarkas di Indonesia? Kalau itu ormas milik orang Indonesia, kenapa pejabatnya harus orang asing?

Kemudian poin nomor empat, Pasal 52 huruf d. Pasal tersebut jelas menyatakan bahwa apapun yang dilakukan oleh ormas hal itu tidak boleh melakukan propaganda atau sabotase atau apapun yang dapat mengganggu stabilitas politik Indonesia. Kecuali kau anggota organisasi rahasia underground, aku nggak melihat apa yang harus diprotes.

Baiklah, sampai sini dapat dilihat jelas bahwa aku mendukung baik kenaikan BBM maupun pengesahan RUU--sekarang UU--Ormas. Nggak masalah kerja lima belas jam sehari Nggak masalah kalau kalian punya pemikiran yang berbeda, asal jangan membayar massa untuk panas-pasanan di jalan, menghambat lalu lintas, dan berbuat anarkis hanya agar pendapat kalian "didengar" oleh para petinggi negara. Bersikap beradab sedikit dong. Ngapain orangtua kalian menyekolahkan tinggi-tinggi cuma supaya kalian bisa berdemo mengatasnamakan rakyat tapi tindakan kalian malah menyengsarakan rakyat? Kaca di rumah retak semua ya? :v

Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah dijalanin. (Statement ini jelas has nothing to do with everything tapi menurut gue ini adalah penutup yang epik meski gue sendiri gak ngerti apa gunanya)

Ciao :*

No comments:

Post a Comment