Friday 20 September 2013

Shocking Turn! (gak jelas juga maksudnya apaan)

Aku sudah belajar bahwa keputusan-keputusan terbaik dalam hidupku yang pernah kubuat adalah keputusan-keputusan yang tidak dibuat secara spontan. Keputusan-keputusan yang dibuat saat aku berada dalam pengaruh kekaguman tertentu, misalnya pada sebuah film. Keputusan-keputusan yang tidak pernah kupikirkan dua kali. Keputusan-keputusan yang muncul di kepalaku, lalu langsung kuutarakan akan kulakukan atau justru langsung kulakukan.

Misalnya waktu aku memutuskan akan menindik telingaku. Dua kali.

Kemudian saat aku memutuskan untuk mulai olahraga. Nggak jelas juga kenapa dan untuk apa, I just did.

Atau saat aku begitu terpesona pada novel berjudul I Am Number Four, sehingga aku membuat sebuah novel dengan tema serupa yaitu pelarian. Dan tamat.

Lain waktu saat aku mengirimkan naskah novelku yang tamat itu pada sebuah penerbit karena iri pada teman-teman segrupku yang sudah banyak menerbitkan karya. Tanpa memikirkan naskah itu sudah kupoles matang atau belum.

Yang paling sering, saat aku berada di toko buku dan mengambil buku-buku yang menarik minatku dan pergi ke kasir untuk membayarnya. Mengosongkan dompetku seketika.

Atau saat aku memutuskan untuk tidak berpacaran karena membaca buku berjudul Udah Putusin Aja! karya Felix Siauw.

Keputusan lain lagi saat aku memutuskan mengakhiri 'persahabatanku' dengan seorang teman sewaktu SD karena aku tidak tahan dengan kelakuannya. Membantuku dalam menyeleksi teman sekarang.

Dan lain waktu saat aku sempat naksir seorang cowok yang kini nggak ketahuan rimbanya, tapi ternyata dia seorang gay. Membuatku lebih menghargai orang-orang yang berbeda. Tapi aku masih menyesali kenapa dia gay. Maksudku, aku emang nggak cantik-cantik amat tapi waktu itu aku tertarik pacaran kok. Dan maksudku, sekarang aku kan udah nggak tertarik pacaran jadi dia nggak bisa datengin aku terus ngajak aku pacaran. Meski aku ragu dia masih inget aku. Mukanya juga udah samar-samar di ingatanku. Tapi aku inget dia seksi nggak ketulungan. Dan aku inget waktu aku kaget setengah mampus pas dia ngaku bahwa dia gay. Dan kepedeannya waktu ngaku bahwa dia gay. Kepercayaan dirinya yang menyatakan bahwa dia nggak peduli aku mau ngejudge dia negatif atau nggak. Dan aku inget aku sempet nanyain ke dia, dia jadi kucingnya atau ayamnya. Dan aku inget waktu aku lega dia bilang dia sering jadi ayamnya. Habis itu kaget lagi waktu denger dia ngelanjutin bahwa kadang dia jadi kucingnya. Saya nggak rela cowok seseksi dia jadi kucingnya. Dia macho lho saudara-saudara. Saya sampe naksir kok. Tapi taunya. Oke baiklah. Semoga dia bahagia di luar sana... dengan cowok pilihannya. Duh sial gue masih bete. Kenapa sih cowok-cowok paling ganteng itu selalu gay atau udah ada yang punya!? SIAAAAAALLL.

Kemudian, yang paling baru adalah keputusanku untuk bersekolah di SMA yang kalau menurut teman-teman SMPku itu berada di antah berantah karena jaraknya super jauh dari daerah kami. Aku bosan ketemu muka 4L (lo lagi, lo lagi!) jadi aku memilih sekolah yang ibaratnya bumi ke bulan. Haha nggak deng gak sejauh itu.

Jadi berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, aku yakin bahwa keputusan yang baru sekitar setengah jam lalu kubuat akan jadi satu lagi keputusan spontan terbaik.

Aku memutuskan untuk ikut PA salah satu SMAN Bandung.

Satu-satunya hal yang mendekati aktivitas PA yang pernah kulakukan adalah jalan-jalan ke curug dago dan selain takut waktu papasan sama anjing-anjing liar dan nyaris kepeleset di tangga tanah merah yang licin hal itu nggak menantang-menantang amat. Err oke baiklah waktu melakukannya aku asli udah parno takut terguling jatuh ke bawah tapi lupakanlah jangan buka aib masa lalu (?).

Aku nggak pernah panjat tebing apalagi memasuki hutan belantara. Boro-boro hutan belantara, ke halaman belakang rumahku yang penuh pohon dan sesemakan aja aku takut. Bahkan aku nggak berani ke dapur sendirian malam-malam. Kalaupun kudu, semua lampu harus nyala. Dan jendela harus dijauhi dengan jarak aman tiga ratus meter.

Masuk PA adalah tindakan paling gila.

Paling nekat.

Paling bego.

Dan mungkin bakal jadi yang paling awesome yang bakal kuceritain ke anak-cucuku nanti.

Kalau aku masih hidup setelah mendaki gunung.

Dan kalau aku punya anak-cucu.

Ya Tuhan aku bahkan nggak sanggup push-up.

Astaga apa yang sudah kulakukan.

Belum terlambat untuk ditarik kembali.

Aku belum ikut kumpulnya, gak masalah nggak jadi ikutan.

Ya Tuhan.

Tapi sudah diputuskan.

Baiklah.

Probias Fortis.

Mangat!

No comments:

Post a Comment