Sunday 30 November 2014

music saved lives (and still saving)

Malas baca? Dengarkan di Soundcloud. :)

Halo lagi.

Seharusnya aku sekarang namatin modul bahasa Indonesia (like man, harus ya ada tugas-tugas mandiri yang nyelip di dalem bab!? Apa Ulangan Harian, Bag II, Remidi, dan Pengayaan di akhir bab belum cukup!?) tapi ya sudahlah. Who cares. *kemudian gue dijitak Bu Yanti*

Aku baru aja balik dari video Of Mice & Men - Feels Like Forever di YouTube dan kebanyakan komen mengatakan how ridiculous it is for 12 year olds complaining and saying that this song saved their lives. That music saved their lives.

Bung.

If you've been here a while, kalian bakal tahu kalau aku pernah mengalami masa-masa di mana aku hampir bunuh diri. Now I'm not saying that I'm seeking attention (like, it happens bertahun-tahun lalu jadi telat banget kan kalau baru mau caper sekarang), tapi aku hanya bersikap terbuka. Pada dasarnya, I'm an open book. Dan meskipun aku menikmati perhatian dari orang lain, people these days are so apatis dan nggak terlalu musingin hal beginian. But to all of you who've been through the same shit or going through this shit, you're not alone.

I was ten, and I was ready to took my own life. Pake apa? Gunting.

Entah kenapa kalau sekarang inget kok mau ngakak ya. Orang tuh pake silet, lah gue pake gunting. Tapi ngakak sambil nangis. Oh God what happened to me sampe aku mau bunuh diri.

"Teenagers' only problem should be losing their phone's charger."

Should. Seharusnya. God bless you, Sir, tapi sayangnya kenyataan nggak seperti itu.

Kelas lima SD, aku punya ponsel, tapi masih yang secondhand dan cuma bisa dipake SMS, telepon, main game. Tapi hilang charger bukan masalah terbesarku. Bahkan, aku gak pernah kehilangan charger (eh, apa pernah ya?). Kelas lima SD, aku di-bully secara mental.

Now what is bullying? Bullying memiliki tiga jenis yang berbeda: 1) verbal, di mana korban disakiti/dipermalukan secara verbal alias melalui kata-kata baik itu ejekan, sindiran, dan perkataan yang menyakiti lainnya; 2) fisik, di mana korban disakiti/dipermalukan secara fisik seperti dipukul, dijegal, ditampar, barangnya dirusakkan, dan tindak kekerasan fisik lainnya dan; 3) psikologis, di mana korban ditinggalkan, tidak diacuhkan, dan/atau diisolasi.

Personally, kupikir jenis ketiga adalah yang paling parah, tapi mungkin itu karena aku mengalami yang itu (aku nggak pernah dipukul - eh, yah, dipermalukan secara/melalui fisik sih pernah, tapi gak pernah sampai dipukul secara badanku paling gede mana berani). Secara verbal dan psikologis. Dan efeknya berasa sampai sekarang. Aku sering memikirkan perkataan orang lain terhadapku, menganalisis tiap lapisannya, berusaha mencari bagian yang merendahkanku. Dengan latihan dan bantuan waktu, lama kelamaan memang aku nggak lagi terlalu peduli, tapi sikap ini bagai pedang bermata dua. Di satu sisi, I don't let their words hurt me anymore tapi di sisi lain aku kurang bisa membuka diri untuk kritik, takut bakal tersakiti lagi. Padahal aku sebenarnya tau kritik mereka bermaksud baik, tapi tetep aja aku takut ngebuka gerbangnya. Aku takut bisikan-bisikan setan nan jahat itu ikut masuk.

Why did they bully me? Simpel. Karena aku beda. Ibuku membesarkanku sebagai seorang anak yang vokal dan punya opini sendiri (dan akhirnya sekarang pun kalau berantem sama Ibu pasti gak bakal jauh dari opini yang bentrok :v), dan karena di rumah nggak pernah ada yang menyuruhku "tutup mulut", di sekolah aku pun berani. Anak lain nggak begitu. Mereka nggak diperbolehkan secara bebas mengekspresikan pendapat dan perasaan mereka, bahkan bisa dibilang mereka nggak boleh berpendapat. Guru pun nggak semuanya bisa meng-handle aku. Kebanyakan akhirnya menyuruhku "tutup mulut" meski nggak secara langsung. I constantly in a battle with myself, whether or not I should speak up. Dan karena di SD-ku tiap naik kelas anak-anaknya selalu sama, I experience that for like six years. And I'm not saying that I was alone - sempat ada teman-teman yang menemani, but they always come and go. It felt like I was alone. Ibuku sibuk bekerja, pula. Sementara nenekku sibuk mengejar surganya (padahal surga nggak akan ke mana-mana kan ya). Kakakku... ah sudahlah. Kami memang nggak pernah akur. Pernah sih. Tapi waktu kami masih polos. Ceilah.

I felt like I was alone. Nobody was there for me to turn to. I lost faith in God, I lost faith in family, I lost faith in friends, I lost faith in me. Now, untuk beberapa orang mungkin masalahku sebenernya biasa aja, but just because you don't see it as a problem doesn't mean the other party doesn't. Being bullied, isolated, and walking in darkness is a problem. Losing your bobby pin is a problem. Punya keluarga yang ancur-ancuran adalah masalah. Telat dijemput pacar adalah masalah. Gak peduli sekonyol apapun itu buatmu, ingatlah bahwa nggak semua orang adalah kamu. Dan kalau kamu cukup kuat untuk melewati masalah-masalahmu, jangan malah mengecilkan masalah orang lain dan berkata, "Ah cuma gitu doang. Gue udah pernah lebih parah." Don't. You don't know. Kalau kamu cukup kuat untuk melewati fase gelap hidupmu, instead of belittling other people, why don't you extend your hands? Offer help. Because I know what it feels like being alone and man, was that suck.

"Music doesn't save your life. You did. Now stop giving other people the credit and pat yourself in the back for once."

True, Sir. Bukan Simple Plan yang menyuruhku mengurungkan niat mengiris nadiku, tapi aku. Bukan Simple Plan yang termenung dan berpikir betapa hidupku sesungguhnya berharga dan sekitar 30 orang bocah yang tidak tahu bagaimana cara melihat dari mata orang lain sesungguhnya nggak sekuat itu dalam mempengaruhiku, tapi aku. Aku yang membuat diriku sadar bahwa sesungguhnya akulah yang memiliki control over my own life. Tapi semua pemahaman itu masuk ketika aku mendengar Welcome To My Life dari radio di  kamar nenekku.

Pemahaman itu menyelam masuk dalam pikiranku saat aku mencari liriknya di Internet.

Sebuah pemahaman yang membuatku sadar, bahwa aku nggak sendirian. Dan nggak peduli seburuk apapun masalah yang kuhadapi saat itu, it'll get better. Dan aku tahu mereka nggak menulis lagu itu secara spesifik untukku, tapi aku nggak bisa nggak merasa betapa mereka begitu baik, begitu terbuka, menulis sebuah lagu untuk orang yang nggak mereka kenal, saying that "hey I know your life sucks but it'll get better and I'll be there".

It's crazy. It's crazy how music and bands and everything gives you the strength to pull through. To not give up. To look at the bright side. To say, "Fuck this shit, I'm stronger than this."

Jadi memang bukan musik yang menyelamatkan hidup orang-orang, tapi mereka sendiri dibantu oleh musik. With God's permission, the radio played Simple Plan's Welcome To My Life. With God's permission I stopped and listened to it. You weren't there. You didn't know. You didn't care. How dare you to say what and who did and didn't saved my life? You didn't know. That song saved my life, Simple Plan saved my life. I saved my life. In a funny way, they saved my life.

They gave me the strength. They gave me the courage. They inspire me. And they helped me, in a funny way.

I was broken
I was choking
I was lost
This song saved my life
I was bleeding
Stopped believing
Could have died
This song saved my life
I was down
I was drowning
But it came on just in time
This song saved my life.


You'll never know what it means to me
That I'm not alone
AND I'LL NEVER HAVE TO BE.

Contact me.
E-mail: d.armandouth@gmail.com
Skype: AdityawhXo

No comments:

Post a Comment