Tuesday 4 November 2014

REVIEW BUKU - Eona: Punggawa Naga Terakhir

Judul: Eona: Punggawa Naga Terakhir
Author: Alison Goodman
Genre: Fiksi-fantasi
Tebal: 655 halaman
ISBN: 978-979-433-673-1
Bahasa: Indonesia
Format: Paperback
Penerbit: Mizan Fantasi, 2012 (terjemahan)

Aku berdoa semoga kembalinya Naga Kembar bukanlah pertanda kehancuran. Gerakan pemberontakan memang telah lama muncul untuk melawan High Lord Sethon yang gila perang dan brutal ... Aku takut, kerajaan ini bisa porak poranda.

Eona, kini telah jujur mengenai jati dirinya yang sebenarnya, berkumpul kembali bersama Kygo, Kaisar Muda, beserta Dela, Ryko, Kapten Yuso, dan beberapa pemberontak lainya, salah satunya adalah Vida, putri Nelayan Kepala Tozay yang seringkali berperan sebagai dayang Putri Punggawa Naga Kembar. Ido dipenjarakan di istana oleh Sethon yang mengklaim takhta sebagai kaisar meski tanpa Mutiara Kaisar yang kini berada di pangkal tenggorokan Kygo, dijahitkan padanya sebagai bukti sah pewaris takhta. Eona dan rombongan kecilnya harus membebaskan Ido dari Sethon untuk mengajari Eona bagaimana menjadi seorang Punggawa Naga dan setelah itu mereka harus pergi ke arah Timur, tempat kelompok Pemberontak yang lebih besar telah menanti mereka... dan menanti saat untuk akhirnya menggulingkan Sethon dari takhta kerajaan.

Namun, Dillon, murid Punggawa Naga Tikus yang mencuri Manuskrip Hitam, menghadang jalan mereka, dan dia gila. Gan Hua, atau kekuatan jahat dari Manuskrip Hitam telah merusakkan otaknya. Tapi apa daya, Manuskrip Hitam itu beserta Manuskrip Merah milik Kinra, leluhur Eona dan Punggawa Naga Kembar terakhir lima ratus tahun lalu, adalah kunci untuk mengalahkan Sethon. Bersama dengan tiap keraguan, kejujuran yang terungkap, dan rasa yang tumbuh, Eona harus bisa mengalahkan Sethon, atau mati setelah melihat orang-orang yang dicintainya mati.

*

Adalah langit senja yang memaksaku menuliskan review ini. Semburat merah-oranye matahari dari balik gumpalan kapas udara awan tampak seolah Naga Kembar bersembunyi di baliknya, tak tampak oleh mata awamku, berbisik, Tuliskan aku. Kisahkan aku.

Dalam buku ini, aku terombang-ambing antara Ido dan Kygo. Belum lagi pasang-surutnya kepercayaan Ryko dan Vida serta pemberontak lainnya pada Eona, meski Dela tetap setia menemani Eona terlepas dari pengkhianatan kecilnya yang dengan mudah ditepis keluar.

Ido, telah mengalami siksaan hebat dari Sethon, semakin melemah hingga akhirnya mencari perlindungan dari naganya, Naga Tikus. Karena keadaan, hua Ido terhubung dengan hua Eona, dan ikatan itu sama tidak mengenakkannya bagi Ido seperti bagi Eona - awalnya. Ido yang sejak semula menyimpan ketertarikan pada Eona justru semakin sering merayu dan menggoda gadis itu. Dan Ido tidak bisa dibilang mudah ditolak, terutama karena sebagai guru punggawa Eona, mereka sering berinteraksi. Tapi rayuan Ido yang begitu halus dan licin terkadang memancingku untuk ikut tersenyum dan berdebar bersama Eona. Dan lagi, usianya baru dua puluh empat tahun; Punggawa Naga termuda di antara dewan yang lama. Dan sepanjang buku ini, aku terus berharap, seperti Eona, bahwa Ido memang telah berubah. Mungkin dia memang telah berubah. Karena Eona. Untuk Eona.

Kygo, di sisi lain, aku menyimpan lebih banyak keraguan padanya. Mungkin saat masih di istana, ketika ia masih berstatus pangeran dan Kaisar yang lama belum mangkat, aku bisa percaya bahwa motifnya tulus. Tapi kini, saat ia telah berstatus seorang kaisar dan mengutamakan negaranya di atas segalanya, aku sering meragu apakah ia melakukan hal-hal yang ia lakukan karena ia memercayai Eona atau sekadar untuk meraup kekuasaan lebih banyak lagi. Meski seorang pejuang, Kygo juga seorang politikus. Dan seorang politikus tidak akan melakukan banyak hal secara cuma-cuma, bahkan demi cinta. Aku terus terlempar antara Kygo dan Ido, dan sejujurnya, ini pertama kalinya hal seperti itu terjadi. Seolah kesetiaan dan dukunganku tidak bisa menemukan pijakan yang tepat. Dan saat pijakan itu kutemukan, dengan segera runtuh meninggalkanku termangu dengan hati yang patah.

Cukup banyak tokoh dalam buku ini sampai-sampai aku tidak lagi mengingat siapa adalah siapa. Kurasa karena topik utama dalam buku ini adalah pemberontakan, maka tidak heran ada begitu banyak nama yang berseliweran. Kau tidak bisa menggerakkan pemberontakan dengan sekadar tiga orang. Tapi nama-nama yang memang familier: Kygo, Ido, Dela, Ryko, dan Vida terus bercokol dalam ingatanku. Bahkan Rilla dan Chart ditemukan kembali.

Kalau kalian tidak pernah setuju dan menganggap hubungan sesama jenis itu menjijikkan, mungkin sebaiknya kalian tidak membaca buku ini karena - SPOILER, SKIP PARAGRAF INI KALAU GAK MAU TAU - Dela dan Ryko akhirnya sama-sama menyatakan perasaan mereka. Dan meskipun Dela adalah seorang contraire - perempuan yang hidup dalam tubuh laki-laki - penyamarannya sebagai laki-laki sepanjang perjalanan mereka telah mengeluarkan sedikit sisi maskulinnya. Tentu saja aku suka, tapi aku lebih memilih Dela sebagai seorang perempuan sebagaimana dirinya pun begitu. Entahlah. Membayangkan Dela sebagai laki-laki rasanya sama seperti membayangkan gadis paling lemah lembut dan baik hati yang kautahu menebas kepala seseorang. Ryko, di sisi lain, menyeimbangkan Dela, dan terlepas dari kelakuan menyebalkannya beberapa kali, tampak jelas bahwa ia memang mencintai Dela. Tapi tentu saja tidak semua tokoh boleh berakhir bahagia. Setidaknya mereka sempat mencicipi kebersamaan sebagai sepasang kekasih.

Dalam 655 halaman yang sadis itu, waktu yang kuhabiskan untuk membacanya sangat pantas. Tiap latar, tiap sabetan pedang, tembakan panah, tiap kedipan dan helaan napas para tokoh, hingga perasaan yang campuraduk di dalamnya. Aku merasakan itu semua. Dan mungkin karena itu pula lah ketika salah seorang dari mereka mati, aku merasa begitu hampa. Bagi seorang pembaca 'gila' sepertiku, itu adalah hal yang cukup bagus. Sungguh sayang beribu-ribu sayang aku harus berpisah dengan Eona dan dunianya yang begitu menakjubkan.

brb aku harus nangis dulu. *sobs*



No comments:

Post a Comment